JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Todung Mulya Lubis menilai saat ini pemerintah perlu untuk melakukan pembenahan di sektor peradilan yang dinilai karut marut.
Todung menyoroti persoalan akuntabilitas lembaga peradilan yang dinilai cukup mengkhawatirkan, mengingat tidak sedikit kasus korupsi melibatkan aparat penegak hukum.
Salah satu upaya yang bisa ditempuh adalah dengan memperluas kewenangan Komisi Yudisial (KY). Todung berpendapat, kewenangan pengawasan hakim oleh KY tidak cukup jika sebatas perilaku dan pelanggaran kode etik.
"Kalau kita melihat fungsi KY itu menyeleksi hakim agung dan melakukan pengawasan terhadap hakim. Sejauh mana pengawasan dilakukan kalau sebatas perilaku pelanggaran etika. Itu tidak cukup," ujar Todung dalam diskusi bertajuk "Akuntabilitas Peradilan Pasca-Reformasi" di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (24/1/2017).
Todung menuturkan, peningkatan akuntabilitas peradilan salah satunya dengan memperluas kewenangan KY dalam hal pemeriksaan substansi persidangan.
Menurut dia, banyak kasus di pengadilan yang putusannya tidak sesuai dengan fakta dan kesaksian di persidangan.
Todung pernah menemukan hakim yang memroses kasus terkait perjanjian bisnis tanpa melalui pengadilan arbitrase, padahal secara jelas tercantum dalam klausul perjanjian.
"Banyak persoalan substansial yang tidak bisa disentuh padahal putusan itu yang patut dicurigai. MA harus punya kebesaran memperbolehkan KY masuk dalam hal pengawasan substansi," kata Todung.
Pada kesempatan yang sama juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, untuk mewujudkan akuntabilitas peradilan dibutuhkan penguatan fungsi KY dalam bidang pengawasan.
Menurut dia, satu hal yang mendesak untuk dibenahi adalah soal pengawasan terhadap hakim.
Berdasarkan catatan Febri, hingga Januari 2017 terdapat 43 aparat penegak hukum yang ditangkap melalui OTT (operasi tangkap tangan) dan 15 orang di antaranya adalah hakim.
"MA harus melakukan pembenahan aspek pengawasan internal. Revitalisasi pengawasan internal ini tidak bisa dilakukan sendiri oleh MA, harus ada keterlibatan pihak lain seperti KY," ujar Febri.