Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW Nilai Surat Edaran MA Nomor 4/2016 Hambat Pemberantasan Korupsi

Kompas.com - 20/01/2017, 09:38 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta kepada Mahkamah Agung untuk merevisi Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan.

Peneliti Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Lalola Easter menilai SEMA 4/2016 berpotensi menghambat pemberantasan korupsi.

Hal itu terlihat pada Bagian A, angka 6 pada SEMA 4/2016. Edaran tersebut menyebutkan bahwa instansi yang memiliki kewenangan untuk menyatakan ada tidaknya kerugian negara berada pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang memiliki kewenangan konstitusional.

"Selain BPK tidak berwenang. Badan audit lain, termasuk BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan) hanya berwenang mengaudit dan memeriksa pengelolaan keuangan negara," kata Lalola melalui keterangan tertulis, Kamis (20/1/2017).

Lalola menyebutkan, insitusi lain di luar BPK dalam menyatakan kerugian negara merupakan kebutuhan mendesak dalam upaya pemberantasan korupsi, terlebih, dalam pembuktian di pengadilan.

Berdasarkan pemantauan ICW pada semester I 2016, sekitar 76,56 persen atau 294 terdakwa dijerat menggunakan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1991 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Pedoman ini berpotensi menimbulkan multitafsir perihal institusi mana yang berwenang menghitung kerugian negara, guna pembuktian di pengadilan," ucap Lalola.

Selain itu, Lalola khawatir upaya perhitungan kerugian negara oleh BPKP kembali menuai perdebatan. Padahal, lanjut dia, BPKP memiliki keberhasilan dalam melakukan perhitungan kerugian negara.

"Terbaru adalah kasus e-KTP dengan potensi kerugian negara Rp 2,3 triliun," ucap Lalola.

SEMA Nomor 4/2016 diterbitkan oleh MA pada 9 Desember 2016 lalu. Surat Edaran itu disampaikan kepada Ketua Pengadilan Tingkat Banding dan Ketua Pengadilan Tingkat Pertama di seluruh Indonesia.

Kompas TV 2 Alasan ICW Tolak Setnov Jadi Ketua DPR Lagi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Jokowi Tawarkan Kaesang ke Parpol, Sekjen PDI-P: Replikasi Pilpres

Soal Jokowi Tawarkan Kaesang ke Parpol, Sekjen PDI-P: Replikasi Pilpres

Nasional
KPK Segera Buka Data Caleg Tak Patuh Lapor Harta Kekayaan

KPK Segera Buka Data Caleg Tak Patuh Lapor Harta Kekayaan

Nasional
KPK Kembali Minta Bantuan Masyarakat soal Buronan Harun Masiku

KPK Kembali Minta Bantuan Masyarakat soal Buronan Harun Masiku

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Bantah Hasto Menghilang | Kominfo Tak Respons Permintaan 'Back Up' Data Imigrasi

[POPULER NASIONAL] PDI-P Bantah Hasto Menghilang | Kominfo Tak Respons Permintaan "Back Up" Data Imigrasi

Nasional
Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Nasional
Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Nasional
Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Nasional
Pejabat Pemerintah Dinilai Tak 'Gentle' Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Pejabat Pemerintah Dinilai Tak "Gentle" Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Nasional
Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar 'Fun Run' hingga Konser di GBK Minggu Besok

Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar "Fun Run" hingga Konser di GBK Minggu Besok

Nasional
Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Nasional
Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Nasional
Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Nasional
PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

Nasional
PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com