JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan, usulan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo agar TNI memiliki hak politik bisa dibahas untuk dimasukkan ke dalam amandemen konstitusi.
Namun, ia menilai hak politik simbolis lebih mungkin diberikan ketimbang hak politik praktis.
"Enggak bisa orang pegang senjata terus politik praktis. Beda dengan kita (masyarakat sipil). Kita hanya bisa ngomong, mereka senjata yang ngomong," ujar Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/10/2016).
"Saya setuju kalau politik simbolis. Kita kadang lupa kalau TNI adalah tentara rakyat dan ini penting untuk diakomodasi," ujarnya.
Menurut Fahri, secara simbolis TNI dapat diberikan ruang untuk menyalurkan aspirasinya, berdasarkan latar belakang militer yang dimiliki.
Secara pribadi, Fahri masih memercayai opsi bahwa TNI masih bisa dilibatkan dalam MPR, namun tidak di DPR.
"Kalau di DPR harus dibahas lagi. Karena kalau di DPR nanti partisan," tutur politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sebelumnya mengatakan bahwa saat ini TNI seperti warga negara asing. Sebab, TNI tidak mempunyai hak politik.
Gatot berharap, suatu saat nanti TNI punya hak berpolitik. Namun, Gatot juga menegaskan, harapannya itu tidak untuk diwujudkan dalam waktu dekat.
"Dikatakan harapan boleh, tapi yang jelas sekarang saya sebagai Panglima, TNI belum siap. Entah lima atau 10 tahun lagi, yang akan datang," ujar Gatot di Kantor Panglima TNI, Jakarta Pusat, Selasa (4/10/2016).
(Baca: Panglima Berharap Hak Politik TNI Dikembalikan, tetapi....)
Gatot menjelaskan, hak berpolitik bagi TNI dipengaruhi situasi politik yang tengah berkembang.
Di sisi lain, TNI merupakan salah satu lembaga yang memiliki akses ke persenjataan. Maka, butuh kedewasaan untuk mengkombinasikan dua hal tersebut.