JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi V DPR dari Fraksi PKB, Fathan Subchi, dinilai berbohong saat memberi keterangan sebagai saksi dalam persidangan bagi terdakwa anggota Komisi V DPR, Damayanti Wisnu Putranti, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (13/7/2016).
Beberapa keterangan Fathan dibantah langsung Damayanti. Salah satunya, terkait pertemuan antara Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary, Damayanti dan sejumlah anggota Komisi V DPR, termasuk Fathan, di Hotel Ambara, Jakarta Selatan.
Kepada Majelis Hakim dan Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Fathan mengaku bahwa ia hanya satu kali mengikuti pertemuan dengan Amran dan Damayanti, yakni pada Oktober 2015.
(Baca: Politisi PKB Akui Ikut Pertemuan dengan Damayanti dan Kepala BPJN IX Maluku)
"Pertemuan di Ambara itu tidak hanya satu kali, CCTV juga mengatakan demikian, Pak Budi Suprianto (Fraksi Golkar) juga bilang ada beberapa kali," ujar Damayanti saat menanggapi keterangan Fathan.
Tak hanya itu, Fathan mengatakan dirinya menghadiri pertemuan itu karena diminta oleh Damayanti. Namun, hal itu dibantah Damayanti. Menurut anggota Fraksi PDI Perjuangan tersebut, ia dan Fathan bersama beberapa anggota Komisi V DPR lainnya melakukan pertemuan lebih dulu di ruang kerjanya di ruang 621 Gedung DPR Senayan.
Setelah pertemuan itu, semua sepakat untuk memenuhi undangan Amran untuk berkumpul dan membicarakan usulan program aspirasi di Maluku. "Kami sama-sama terima undangan Pak Amran untuk sama-sama mengusulkan aspirasi di Maluku. Jadi, sebelum ke Ambara, kami kumpul di ruangan saya," kata Damayanti.
Selain soal pertemuan, Damayanti juga membantah keterangan Fathan ihwal usulan program aspirasi. Fathan sebelumnya mengatakan, dalam pertemuan satu kali tersebut, tidak ada pembicaraan terkait program aspirasi.
Namun, Damayanti mengatakan, dalam pertemuan itu Kepala Seksi Perencanaan BPJN IX Octo Veri Silitonga menyerahkan kepada Amran judul program aspirasi di BPJN IX Maluku, lengkap dengan nama anggota Komisi V yang mengusulkan program.
"Ada nama saya, Fathan, Alamuddin Dimyati Rois (PKB), dan Budi Supriyanto. Saya minta Fery (staf Damayanti) mencatat, tapi Panjenengan (Fathan) bilang diketik saja," kata Damayanti.
Meski demikian, setelah mendengar bantahan Damayanti, Fathan tetap berkeras pada komentarnya, dan tidak berniat untuk mengubah isi keterangan.
"Saya tidak ingat pertemuan itu, saya ingat hanya sekali, saya pamit duluan dan tidak pernah ketemu lagi sama Amran. Yang saya tahu, kami cuma ngobrol ringan-ringan saja," kata Fathan.
Dalam kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Damayanti dan dua stafnya sebagai tersangka.
(Baca: Dua Staf Damayanti Didakwa Ikut Membantu dan Menerima Suap dari Pengusaha)
KPK juga menetapkan Budi Supriyanto, Amran dan seorang anggota Komisi V DPR, Andi Taufan Tiro, sebagai tersangka.
Diduga, Abdul Khoir selaku pimpinan perusahaan kontraktor memberikan sejumlah uang kepada Amran dan sejumlah anggota Komisi V DPR.
Pemberian tersebut bertujuan agar proyek pembangunan jalan yang diusulkan anggota dewan di Maluku dan Maluku Utara dapat dikerjakan oleh perusahaan Abdul Khoir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.