Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hary Tanoe: Saya Pastikan Tidak Akan Jadi Tersangka Mobile 8

Kompas.com - 17/03/2016, 16:27 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Komisioner PT Mobile 8 Hary Tanoesoedibjo mengaku tidak tahu kondisi operasional anak perusahaan di bawah MNC Group yang dia kelola.

Ia yakin, meski diperiksa sebagai saksi dalam perkara Mobile 8, Kejaksaan Agung tak akan menjadikan dirinya tersangka.

"Saya pastikan tidak akan jadi tersangka. Lah wong saya tidak tahu," ujar Hary di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Kamis (17/3/2016), sebelum menjalani pemeriksaan.

Hary meyakini bahwa para saksi yang sudah diperiksa terkait kasus ini tidak ada yang menyeret namanya. Menurut dia, perkara ini kental dengan muatan politis.

(baca: Hary Tanoe Tantang Kejaksaan Agung Buktikan Kesalahannya dalam Kasus Mobile 8)

"Kalau di politik biasalah ya," kata Ketua Umum Perindo itu.

Hary mengaku tidak terlibat langsung dalam pembayaran pajak anak buah perusahaannya. Ia meyakini bahwa prosedur pembayaran pajak dilakukan sesuai dengan ketentuan undang-undang.

"Meskipun saya adalah CEO MNC Group, bahkan saya direktur RCTI, tapi direktur keuangan dan lain-lain sudah jalan sendiri," kata Hary.

Kasus dugaan korupsi PT Mobile 8 bermula saat Kejaksaan Agung menemukan transaksi fiktif yang dilakukan dengan PT Jaya Nusantara pada rentang 2007-2009.

(baca: Jaksa Agung: Kalau Hary Tanoe Tidak Salah, Tidak Usah Takut)

Pada periode 2007-2009, PT Mobile 8 melakukan pengadaan ponsel berikut pulsa dengan nilai transaksi Rp 80 miliar.

PT Djaya Nusantara Komunikasi ditunjuk sebagai distributor pengadaan. Ternyata, PT Djaya Nusantara Komunikasi tak mampu membeli barang dalam jumlah itu.

Akhirnya, transaksi pun direkayasa seolah-olah terjadi perdagangan dengan membuatkan invoice sebagai fakturnya. (baca: Jaksa Yulianto: Memang Saya Kader Hary Tanoe?)

Pada Desember 2007, PT Mobile 8 mentransfer uang kepada PT Djaya Nusantara Komunikasi sebanyak dua kali dengan nilai masing-masing Rp 50 miliar dan Rp 30 miliar.

Pada pertengahan 2008, PT Djaya Nusantara Komunikasi menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 dengan total nilai sekitar Rp 114 miliar.

Faktur pajak itu diterbitkan agar seolah-olah terjadi transaksi pada dua perusahaan. Faktur pajak itu kemudian digunakan PT Mobile 8 untuk mengajukan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada negara melalui KPP di Surabaya agar perusahaannya masuk bursa Jakarta pada 2009.

PT Mobile 8 akhirnya menerima pembayaran restitusi sebesar Rp 10 miliar. Padahal, perusahaan itu tidak berhak atau tidak sah menerima restitusi karena tidak ada transaksi. Akibatnya, diduga negara mengalami kerugian sebesar Rp 10 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com