Menurut Hamdan, media sosial dapat menjadi senjata yang cukup ampuh dalam melawan terorisme.
"Media sosial tidak bisa dianggap remeh. Twitter dan media sosial lainnya dapat mendorong suatu perubahan dengan dahsyat," ujar Hamdan dalam diskusi "Membedah Pola Gerakan Radikal di Indonesia", di Gedung LIPI, Jakarta, Kamis (18/2/2016).
(Baca: Di Belanda, Data Intelijen Bisa Jadi Alat Bukti Kasus Terorisme Tanpa Langgar HAM)
Menurut Hamdan, dalam beberapa tahun terakhir kehadiran media sosial digunakan di beberapa negara untuk memengaruhi suara publik. Misalnya, media sosial digunakan mulai dari pemilihan gubernur hingga pemilihan presiden.
Tak hanya itu, media sosial bahkan dapat menentukan kondisi politik di suatu negara. Misalnya di kawasan Timur Tengah, media sosial telah mengubah rezim politik di Tunisia dan Mesir.
Sementara terkait terorisme, menurut Hamdan, media sosial adalah salah satu saluran komunikasi penyebaran paham radikal. Menurut dia, pemerintah perlu mengawasi penggunaan media sosial oleh masyarakat.
(Baca: Ini Poin Anti-Terorisme yang Disampaikan Jokowi dalam KTT AS-ASEAN)
Namun, menurut Hamdan, di sisi lain media sosial dapat dimanfaatkan untuk memperkuat rasa nasionalisme.
Slogan "kami tidak takut" yang beredar luas di media sosial pasca terjadinya ledakan bom di Thamrin, Jakarta Pusat, pada Januari lalu, dinilai sebagai bukti perlawanan publik terhadap teroris.
Menurut Hamdan, penting bagi publik untuk menyebarkan pesan-pesan perdamaian dan nasionalisme melalui media sosial. Pesan yang disampaikan melalui media sosial dinilai lebih berpengaruh pada pembentukan pola pikir seseorang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.