Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SP3 Dianggap Melemahkan KPK, Apa Alasannya?

Kompas.com - 13/02/2016, 17:42 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sebagai lembaga luar biasa, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sama sekali tidak bisa memiliki kewenangan mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

Kewenangan menghentikan penyidikan, menurut mantan komisioner KPK, Indriyanto Seno Adji, sifatnya eksepsional dan terbatas.

"KPK bisa menghentikan penyidikan hanya pada kondisi tertentu, seperti misal tersangka meninggal dunia atau adanya kerusakan otak permanen saat proses pra-ajudikasi. Itu bisa dihentikan," ujar Indriyanto saat dihubungi Kompas.com, Jumat (12/2/2016).

Lebih jauh, dia memberikan kritiknya atas perubahan terbaru terkait SP3 yang dibacakan pada rapat panitia kerja harmonisasi revisi UU KPK.

(Baca: Jusuf Kalla: Kenapa Harus Khawatir kalau KPK Ada Pengawasnya?)

Dalam perubahan tersebut tertulis pemberian SP3 harus disertai alasan dan bukti yang cukup dan harus dilaporkan pada dewan pengawas. SP3 juga dapat dicabut kembali apabila ditemukan hal-hal baru yang dapat membatalkan alasan penghentian perkara.

Menurut Indriyanto, SP3 yang mensyaratkan alat bukti dan laporan kepada dewan pengawas justru berdampak pelemahan yang signifikan.

"Mungkin tujuannya adalah memberlakukan secara luas asas-asas umum KUHAP terhadap kewenangan KPK. Kalau begitu kelak KPK hanya akan berfungsi sebagai komisi biasa (Ordinary Commision)," kata Indriyanto.

(Baca: Demokrat: Naskah Akademik Revisi UU KPK Harus Terbuka untuk Publik)

Selain itu, Indriyanto juga menjelaskan, dalam kaitannya dengan penyadapan, KPK seharusnya tidak memerlukan izin dari siapapun, baik pengadilan maupun dewan pengawas.

"Kita melihat korupsi sebagai kejahatan luar biasa, karena itu KPK tidak perlu izin dari pengadilan, apalagi dari dewan pengawas. Karena dewan pengawas sama sekali tidak dalam kapasitas untuk ikut campur soal teknis operasional yuridis. Termasuk di dalamnya soal penyadapan," ungkap dia.

Menurut Indriyanto, kejahatan-kejahatan luar biasa, seperti korupsi, memiliki dampak yang jelas-jelas membahayakan dan berpengaruh secara meluas pada saat itu juga.

Maka dipastikan kewenangan menyadap itu diatur dan dilindungi oleh undang-undang (Legal by Regulated), bukan berdasarkan pada izin atau ketentuan pengadilan.

"Artinya kewenangan penyadapan adalah sah tanpa perlu izin. Sangat berbeda dengan kondisi umum dan perbuatan pidana yang dikategorikan biasa (ordinary crime)," kata Indriyanto.

Kompas TV Banyak Penolakan, Revisi UU KPK akan Lanjut?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Nasional
Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Nasional
Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Nasional
Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Nasional
Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah ke PSI, Berdampak ke Perolehan Kursi DPRD

Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah ke PSI, Berdampak ke Perolehan Kursi DPRD

Nasional
Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Nasional
Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Nasional
Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Nasional
Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Nasional
Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com