Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Fraksi Demokrat Tolak Revisi UU KPK di Rapat Paripurna DPR

Kompas.com - 12/02/2016, 17:55 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Fraksi Partai Demokrat dengan tegas menolak revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi untuk dibawa ke rapat paripurna DPR RI, kemarin.

Penolakan tersebut terjadi karena Fraksi Demokrat belum menerima naskah akademik dan baru menerima draf RUU KPK saat rapat berlangsung.

"Rabu kemarin, Badan Legislatif mengadakan rapat. Ketika pembahasan itu, kami baru menerima draf RUU KPK," ujar Sekretaris Fraksi Partai Demokrat Didik Mukrianto saat memberi keterangan di Menteng, Jakarta, Jumat (12/2/2016).

Sejak awal, menurut Didik, Fraksi Demokrat keberatan UU KPK masuk dalam pembahasan badan musyawarah DPR, apalagi belum menerima draf RUU yang akan dibahas.

Oleh karena itu, Fraksi Demokrat tidak bisa memberikan pendapat resmi atas revisi UU KPK saat rapat paripurna. Akhirnya, rapat paripurna yang rencananya akan berlangsung kemarin, Kamis (11/2/2016), ditunda.

"Kami tidak ingin UU KPK dibawa ke pembahasan (rapat) paripurna. Kami ingin tiap fraksi mendalami lebih dulu agar penguatan KPK terwujud," kata Didik.

Fraksi Partai Demokrat telah mencatat beberapa poin yang menjadi dasar penolakan perubahan. Menurut penuturan Didik, ada poin-poin yang membatasi ruang gerak dan cenderung memperlemah KPK.

Poin pertama terkait penyadapan dengan persetujuan dewan pengawas. Didik melihat poin tersebut mendegradasi indepedensi KPK dan disinyalir akan ada intervensi kekuasaan.

"Dewan pengawas ini akan ditunjuk oleh Presiden. Seharusnya, KPK bebas dari kepentingan apa pun. Peluang yang terjadi, dewan pengawas ini memiliki kepentingan yang ingin mengendalikan KPK," ujarnya.

Poin kedua adalah soal surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Didik menganggap kewenanan SP3 ini justru akan melemahkan KPK. Dengan SP3, siapa saja menyalahgunakan kewenangan KPK.

"Kalau untuk penghentian penyidikan, kan solusinya bisa melalui praperadilan," ucap Didik.

Poin terakhir yang juga harus dikhawatirkan adalah soal penyitaan. Bagi Demokrat, penyitaan merupakan bagian dari kinerja yang tidak terpisahkan di KPK.

Jika KPK harus meminta izin dewan pengawas, itu tentu akan memperlambat kerja KPK dan penyitaan bisa saja tidak diizinkan jika ada konflik kepentingan di dalamnya.

"Usul saya, sebaiknya KPK membuat standard operational procedure yang lebih terbuka dan akuntabel. Jadi, DPR lebih mudah dalam meminta pertanggungjawaban dan publik pun bisa ikut mengawasi," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Halalbihalal dan Pembubaran Timnas Anies-Muhaimin Ditunda Pekan Depan

Nasional
Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Hadiri KTT OKI, Menlu Retno Akan Suarakan Dukungan Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

PM Singapura Bakal Kunjungi RI untuk Terakhir Kali Sebelum Lengser

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Pengamat: Prabowo-Gibran Butuh Minimal 60 Persen Kekuatan Parlemen agar Pemerintah Stabil

Nasional
Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Timnas Kalahkan Korea Selatan, Jokowi: Pertama Kalinya Indonesia Berhasil, Sangat Bersejarah

Nasional
Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Jokowi Minta Menlu Retno Siapkan Negosiasi Soal Pangan dengan Vietnam

Nasional
Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Ibarat Air dan Minyak, PDI-P dan PKS Dinilai Sulit untuk Solid jika Jadi Oposisi Prabowo

Nasional
Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Jokowi Doakan Timnas U23 Bisa Lolos ke Olimpiade Paris 2024

Nasional
Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Menlu Retno Laporkan Hasil Kunjungan ke Vietnam ke Jokowi

Nasional
Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum 'Move On'

Gugatan di PTUN Jalan Terus, PDI-P Bantah Belum "Move On"

Nasional
Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Menlu Singapura Temui Jokowi, Bahas Kunjungan PM untuk Leader's Retreat

Nasional
Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Hasto Sebut Ganjar dan Mahfud Akan Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Kejagung Sita 2 Ferrari dan 1 Mercedes-Benz dari Harvey Moies

Nasional
Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Gerindra Dukung Waketum Nasdem Ahmad Ali Maju ke Pilkada Sulteng

Nasional
Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Tepati Janji, Jokowi Kirim Mobil Listrik ke SMK 1 Rangas Sulbar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com