Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Revolusi Mental Birokrasi

Kompas.com - 27/10/2015, 17:45 WIB

Oleh: Eko Prasojo

JAKARTA, KOMPAS - Genap setahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, revolusi mental yang dicanangkan dalam Nawacita dan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 tampaknya belum dapat dinilai keberhasilannya.

Revolusi mental memang harus dimulai dari penyelenggara negara: politikus, penegak hukum, dan pejabat birokrasi.

Karena itu, tulisan ini akan berfokus pada revolusi mental birokrasi dan mengurai persoalan dasar dalam model mental dan budaya birokrasi kita.

Model mental birokrasi

Mengapa revolusi mental selayaknya harus dimulai dari birokrasi? Karena birokrasi adalah alat negara yang sehari-hari menjalankan pelayanan, pemerintahan, dan pembangunan. Karena peran dan fungsinya, birokrasi akan jadi tolok ukur terdepan penampilan negara kepada rakyatnya.

Sikap mental birokrasi yang bersih, melayani dengan profesional tentu akan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada negara.

Sebaliknya akan terjadi. Jika birokrasi dipandang korup, pilih kasih, dan tak bisa diandalkan, akan muncul ketidakpercayaan masyarakat kepada negara. Kepercayaan masyarakat kepada negara sangat penting dan krusial dalam perubahan model mental masyarakat keseluruhan.

Untuk melakukan revolusi mental birokrasi, harus diketahui dan dipahami terlebih dulu beberapa nilai dasar yang saat ini eksis dalam birokrasi kita.

Pertama, nilai dasar orientasi kekuasaan. Sejarah kolonialisme dan kooptasi birokrasi oleh politik yang masif telah menyebabkan terbentuknya budaya kekuasaan.

Budaya ini dicirikan dominannya pola pikir dan orientasi para birokrat pada jabatan dan otoritas, budaya minta dilayani, afiliasi kepada kekuasaan politik, serta ketiadaan sensivitas atas kebutuhan dan pelayanan kepada masyarakat.

Budaya kekuasaan dalam birokrasi ini terutama terbentuk dari proses perekrutan dan penempatan jabatan yang tertutup, tak berbasis kompetensi dan kinerja; melainkan kedekatan hubungan baik politik, kekerabatan, kekeluargaan, dan kemampuan bayar.

Nilai dasar kedua dalam birokrasi Indonesia adalah orientasi pada peraturan perundang-undangan.

Para birokrat di Indonesia selalu mendasarkan diri pada berbagai peraturan perundang-undangan dalam melaksanakan tugas. Ini menyebabkan kepatuhan yang berlebihan, hilangnya daya kritis, tumpulnya daya nalar dan inovasi, serta lemahnya kreativitas.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com