Ketiadaan nilai dasar ini membuat kegamangan semua pihak dalam birokrasi pemerintahan tentang apa dan bagaimana revolusi mental birokrasi harus dilakukan.
Kerap hal ini dibicarakan dan menjadi jargon pidato para pejabat publik, tetapi tak menemui praktik implementasinya.
Tak sedikit pula konsep ini menimbulkan mispersepsi dan misinterpretasi (Kesowo, Kompas, 20/10). Penulis mengusulkan kepada pemerintah menetapkan nilai dasar yang akan dicapai berdasarkan model mental yang eksis: kejujuran, kedisiplinan, tanggung jawab, dan orientasi kinerja.
Setiap nilai dasar itu harus diturunkan dalam perilaku dan sikap yang mencerminkannya, serta disusun suatu rencana aksi melakukan internalisasi.
Salah satu rencana aksi yang mungkin dilakukan: membentuk sekolah kader aparatur sipil negara, mengubah kurikulum diklat jabatan pemimpin tinggi, serta mempersiapkan agen pengubah mental di setiap instansi.
Revolusi mental harus dilakukan melalui perubahan sistem. Perubahan ini ditujukan untuk membangun kompetisi dan keterbukaan dalam birokrasi.
Tradisi urut kacang dan senioritas dalam pengisian jabatan harus diubah dengan sistem promosi yang kompetitif dan terbuka berbasis kompetensi, sebagaimana mandat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Sistem manajemen kinerja harus diterapkan dari tingkat organisasi, unit, hingga tingkat individu, dengan indikator dan target kinerja yang jelas dan terukur.
Capaian kinerja ini harus terhubung dengan promosi jabatan, kenaikan kompensasi, dan kesempatan pengembangan diri.
Untuk mencegah berkembangnya sikap mental pencari rente dan ego sektoral, pemanfaatan teknologi-terutama teknologi informasi dan komunikasi-menjadi suatu keniscayaan.
Keterbukaan informasi publik akan memaksa birokrasi: transparan dan akuntabel. Teknologi informasi dan komunikasi akan membantu terbentuknya budaya berbagi data dan informasi di antara instansi pemerintah dalam pengambilan keputusan.
Yang tidak kalah penting ialah bahwa revolusi mental juga harus didukung oleh sistem pengawasan internal pemerintah yang kuat.
Tidak saja pengawasan terhadap kepatuhan hukum dan kinerja, tetapi juga terhadap kode etik, kode perilaku, dan integritas birokrat.
Untuk menjaga semua itu, birokrasi harus berpindah, hijrah, dari orientasi kewenangan kepada orientasi pengetahuan.
Kebijaksanaan hanya akan ada dalam praktik. Semoga.
Eko Prasojo
Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 27 Oktober 2015, di halaman 7 dengan judul "Revolusi Mental Birokrasi".