JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo akan membebaskan 166 orang masyarakat adat yang ditahan karena konflik agraria. Pembebasan akan dilakukan setelah satuan tugas (satgas) masyarakat adat dibentuk oleh pemerintah dalam waktu dekat.
"Presiden bilang segera akan di-review, akan dikelompokkan, dikategorikan, supaya Presiden dengan landasan kuat membebaskan mereka," ujar Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Nababan usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (25/6/2015).
Abdon mengatakan, saat ini ada 166 orang masyarakat adat yang ditahan, paling banyak berada di Sumatera dan Sulawesi. Mereka ditahan karena dianggap melawan izin pemerintah atau dianggap menentang pembangunan.
Padahal, menurut Abdon, mereka adalah korban. Para pelapornya tak hanya perusahaan-perusahaan tambang yang memiliki hak penggunaan lahan, tetapi juga taman nasional.
"Ada sembilan orang yang ditahan di Bengkulu dan lainnya (karena dilaporkan taman nasional)," ujar Abdon.
Presiden Jokowi, lanjut dia, mengaku tidak keberatan untuk membebaskan mereka. Namun, Jokowi meminta agar satuan tugas yang nantinya dibentuk mengkaji terlebih dulu kasus per kasus yang ada untuk selanjutnya memberikan rekomendasi kepada Presiden soal langkah yang bisa diambil selanjutnya.
"Nanti dilihat, (mekanisme pembebasan) apakah amnesti, grasi, abolisi. Makanya ini salah satu tugas satgas sehingga presiden tidak salah (memutuskan)," imbuh Abdon.
Sementara itu, pembentukan Satgas sudah dalam tahap finalisasi. Abdon yakin setelah dua kali pertemuan dengan pihak Istana, draft keputusan presiden soal pembentukan satgas itu akan tuntas.
"Kami berharap saat festival masyarakat adat pada 9 Agustus mendatang, Presiden hadir dengan membawa kado berupa satgas itu," ucap Abdon.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.