Menurut Boni, apa yang terjadi terhadap KPK saat ini menentukan masa depan lembaga antikorupsi itu.
"Justru sudah seharusnya presiden melakukan intervensi. Karena ini perkara moral dan juga terkait masa depan KPK," ujar Boni kepada Kompas.com, Senin (4/5/2015).
"Intervensi itu dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum. Karena ini sudah menyangkut kepentingan bangsa. Apa kata masyarakat jika Presiden diam saja saat KPK dipreteli terus menerus?" lanjut Boni.
Ia menilai, kasus yang terjadi pada Novel tidak dapat dilihat hanya dari sisi penegakan hukum biasa. Boni mengatakan, kasus ini harus dilihat dari lingkup yang lebih luas dan kompleks, yakni konteks hubungan KPK dengan Polri yang tak akur sejak penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan.
"Dalam konteks ini, jelas bahwa intervensi Presiden merupakan langkah yang bijaksana untuk mencegah memburuknya hubungan KPK dan Polri," ujar Boni.
Hal ini juga terkait harapan publik yang begitu tinggi terhadap KPK akan pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Masak presiden membiarkan harapan itu dihancurkan oleh keputusan hukum satu lembaga yang belum kuat dasarnya?“ lanjut Boni.
Secara terpisah, pengamat sosial politik Indonesian Public Institute Karyono Wibowo berpendapat sama.. Menurut dia, intervensi Presiden memang dibutuhkan dalam konteks polemik yang terjadi antara KPK dan Polri. Kritik yang datang dari oposisi terhadap langkah Presiden dinilainya sebagai hal yang wajar.
"Wajar kalau oposisi mengkritik. Tapi kalau ada sesuatu yang baik lalu dikritik ya tidak wajar jadinya," ujar dia.
Apa yang dilakukan presiden, menurut dia, untuk menyelamatkan KPK dan membuat institusi Polri menjadi lebih akuntabel. Presiden ingin antarlembaga penegak hukum memiliki hubungan yang baik.
Novel ditangkap penyidik Bareskrim Polri di rumahnya, Jumat (1/5/2015) dini hari. Kapolri sudah memberikan instruksi agar tidak menahan Novel. Namun, penyidik justru menerbangkan Novel ke Bengkulu untuk melaksanakan rekonstruksi.
Presiden Jokowi sempat meminta Kapolri Jenderal Badrodin Haiti melepaskan Novel. Novel baru dilepaskan pada hari Sabtu (2/5/2015).
Polisi menetapkan Novel sebagai tersangka tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan maupun untuk mendapat keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (2) KUHP dan atau pasal 422 KUHP Jo Pasal 52 KUHP yang terjadi di Pantai Panjang Ujung Kota Bengkulu tanggal 18 Februari 2004 atas nama pelapor Yogi Hariyanto.
Surat perintah penangkapan Novel dengan Nomor SP.Kap/19/IV/2015/Dittipidum memerintahkan untuk membawa Novel Baswedan ke kantor polisi. Surat tersebut memerintahkan untuk segera dilakukan pemeriksaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.