"Rumah aspirasi tidak harus berbentuk rumah atau gedung. Misalnya, saat reses, anggota Dewan dapat mengunjungi daerah pemilihan masing-masing, kemudian meminjam halaman Wali Kota sebagai tempat pertemuan dengan masyarakat," ujar Jono, di Kantor Formappi, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (26/2/2015).
Jono mengatakan, jika program rumah aspirasi harus mendirikan bangunan permanen, maka akan membutuhkan dana yang sangat besar. Apalagi, jika suatu daerah pemilihan mencakup wilayah yang luas.
Sebelumnya, pada sidang paripurna pertengahan Februari lalu, DPR telah mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Dalam APBN-P tersebut, dianggarkan dana sebesar Rp 1 triliun untuk membiayai program rumah aspirasi bagi anggota Dewan. Formappi menilai, pembangunan rumah aspirasi menggunakan dana APBN-P tidak menjamin efektivitas kepuasan konstituen. Sebaliknya, hal tersebut menjadi pemborosan.
Menurut Jono, yang penting seorang anggota Dewan dapat turun langsung memantau kebutuhan daerah pemilihannya dan berkomunikasi langsung dengan para konstituen. Ia mengatakan, efektivitas rumah aspirasi akan diketahui melalui kepuasan konstituen terhadap kinerja anggota Dewan.
"Kalau persepsinya selalu membangun fisik, dana berapa pun tidak akan cukup. Apalagi kita ada 77 daerah pemilihan dengan wilayah yang cukup luas," kata Jono.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.