"Persoalannya tentu ada pada parpol, itu realitas yang akan terjadi. Akan tetapi, masukan parpol harus diramu secara obyektif untuk mendapatkan kepala BIN yang kompeten dan berwatak negarawan," ujar Araf dalam diskusi di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Senin (23/2/2015).
Selain menerima masukan dari partai politik, menurut dia, Presiden juga perlu mempertimbangkan aspirasi publik, termasuk lembaga dan organisasi kemasyarakatan, mengenai kriteria calon kepala BIN. Araf mengatakan, proses pencalonan kepala BIN juga seharusnya melibatkan lembaga-lembaga negara lainnya, seperti Komnas HAM, yang diperlukan untuk menelusuri rekam jejak calon kepala BIN dari indikasi keterlibatan terkait pelanggaran HAM.
"Kompetensi memang penting, tetapi suara publik juga jadi pertimbangan. Jangan sampai Jokowi melawan arus publik, nanti terjerumus lagi seperti kemarin, ada stagnasi dalam kasus pencalonan kepala Polri," kata Araf.
Terkait kriteria bagi calon kepala BIN, Araf mengatakan, calon tersebut harus bebas dari indikasi pelanggaran HAM, bisa berasal dari latar belakang sipil ataupun militer yang sudah tidak aktif, serta memiliki pemahaman yang cukup matang dalam dunia intelijen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.