JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi berpendapat, pihaknya berwenang mengadili perkara uji materi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Mahkamah Konstitusi. Berdasarkan pasal 24C Ayat (1) UUD 1945, mahkamah memiliki kewenangan konstitusional untuk menguji UU terhadap UUD 1945.
"Mahkamah berpendapat bahwa terhadap pandangan yang menyatakan Mahkamah seharusnya tidak melakukan pengujian terhadap Undang-Undang yang mengatur Mahkamah Konstitusi tidaklah tepat," kata hakim konstitusi, Patrialis Akbar, saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/2/2014)
Mahkamah berpendapat, dalam konteks tersebut, ada tiga alasan mahkamah harus mengadili permohonan pengujian UU tersebut. Pertama, tidak ada forum lain yang bisa mengadili permohonan ini. Kedua, mahkamah tidak boleh menolak mengadili permohonan yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak ada atau tidak jelas hukumnya.
Alasan ketiga, lanjut Patrialis, kasus ini merupakan kepentingan konstitusional bangsa dan negara, bukan semata-mata kepentingan institusi Mahkamah atau kepentingan perseorangan hakim konstitusi yang sedang menjabat.
"Namun demikian, dalam mengadili permohonan ini mahkamah tetap imparsial dan independen," ucap mantan politisi Partai Amanat Nasional itu.
Sebelumnya, MK dikritik ketika menangani uji materi UU yang mengatur lembaganya sendiri. Menurut Ketua Komisi Yudisial, Suparman Marzuk, apa yang dilakukan MK bertentangan dengan asas hukum yang berlaku.
"Mencermati persoalan yang diajukan pemohon, penting bagi Mahkamah Konstitusi untuk menengok kembali asas hukum di dalam hukum acara, seseorang tidak dapat menjadi hakim bagi dirinya sendiri," kata Suparman.
Seperti diberitakan, MK memutuskan membatalkan UU MK hasil revisi dan memberlakukan kembali Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Dengan putusan tersebut, substansi UU No 4 Tahun 2014 yang menyangkut persyaratan calon hakim konstitusi, pembentukan panel ahli dan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) menjadi hilang.