Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Golkar Pertanyakan Integritas MK Uji Gugatan Yusril

Kompas.com - 22/01/2014, 15:50 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Integritas Mahkamah Konstitusi dipertanyakan dalam memproses gugatan uji materi Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden (Pilpres) yang diajukan bakal calon Presiden Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra. Pasalnya, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva sebelumnya juga berasal dari PBB.

"Kita lihat saja, integritas dan kemandirian MK kan sedang diuji. Ini ujian besar. Kenapa saya katakan demikian? Karena Ketua MK satu partai dengan yang menggugat," ujar Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Tantowi Yahya di Jakarta, Rabu (22/1/2014).

Tantowi meminta MK berhati-hati dalam memutuskan uji materi tersebut. Politisi yang berlatar belakang artis ini mengingatkan bahwa pemilu kini tersisa 2 bulan lagi. "Istilahnya tinggal kick off saja. Kalau dikocok ulang sampai diundur, akan ada banyak konsekuensi. Salah satunya adalah cost caleg akan bertambah," tutur Tantowi.

Anggota Komisi I DPR itu beranggapan pemilu serentak lebih baik dilaksanakan pada Pemilu 2019. Pasalnya, masih ada waktu untuk juga mengubah Undang-undang Pemilu bersamaan dengan revisi Undang-undang Pilpres. "Lagi pula partai dan caleg bisa mempersiapkan diri lebih matang. Untuk sekarang, jalankan saja yang ada dulu," kata Tantowi.

Pada Selasa (21/1/2014), MK menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan permohonan uji materi UU Pilpres Pasal 3 Ayat (5), Pasal 9, Pasal 14 Ayat (2), dan Pasal 112 yang diajukan Yusril Ihza Mahendra. Sidang dipimpin hakim konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi dengan hakim anggota Maria Farida Indrati dan Harjono. Namun, sebelum masuk ke materi perkara, Fadlil sempat menanyakan sikap Yusril mengingat putusan serupa sudah akan dikeluarkan MK terkait dengan uji materi yang diajukan Effendi Gazali pada Kamis (23/1).

Mengingat putusan pengujian UU bersifat erga omnes, maka berlaku untuk seluruh warga negara meski dimintakan oleh perorangan atau badan hukum tertentu. Namun, Yusril meminta MK tetap melanjutkan pemeriksaan perkaranya karena pasal yang diujinya berbeda.

”Saya juga tidak ingin kalau permohonan saya dikabulkan, harus menunggu DPR dan Presiden mengubah UU,” kata Yusril.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com