Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akil Mochtar Diminta Mundur dari Ketua MK

Kompas.com - 04/10/2013, 17:25 WIB
Rahmat Fiansyah

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), seperti Kontras, Transparansi Internasional, YLBHI, Imparsial, PSHK, Setara Institute, LBH Pers, Leip, dan ICW, meminta Akil Mochtar mundur dari jabatannya sebagai ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Pengunduran diri Akil dinilai sebagai langkah awal untuk mengembalikan kewibawaan MK sebagai penjaga konstitusi.

"Lebih baik Akil Mochtar mundur agar tidak terjadi kekisruhan hukum," ujar Alvon Kurniapalma, Ketua Badan Pengurus Harian YLBHI, di kantor Kontras, Jakarta, Jumat (4/9/2013).

Alvon memaparkan, menurut UU MK, pengunduran diri Akil harus diajukan Ketua MK sendiri kepada Majelis Kehormatan Hakim (MKH) sebelum diberikan kepada Presiden. Pengunduran diri tersebut dianggap sebagai langkah awal untuk mengembalikan kewibawaan MK.

"Bagaimana Akil bisa mengajukan dirinya sendiri? Lebih baik dia umumkan pengunduran diri. (Itu) bisa dilakukan secara tertulis lewat surat," ucapnya.

Menurut Alvon, penangkapan Akil telah meruntuhkan kewibawan MK sebagai produk reformasi. Perilaku korupsi Akil, katanya, sudah tercium masih menjadi hakim MK saat lembaga itu diketuai Mahfud MD.

"Saya tidak kaget kalau Akil ditangkap secara personal, tapi saya kaget kalau dia ditangkap sebagai ketua MK," katanya.

Direktur Eksekutif Imparsial Pongky Indarti menyampaikan apresiasinya terhadap keberhasilan KPK mengungkap kasus yang melibatkan Akil. Kendati demikian, menurutnya, kasus ini merisaukan masyarakat karena selama ini MK, lembaga kredibel yang menjadi tempat terakhir bagi masyarakat untuk mendapatkan keadilan, ikut terjebak dalam praktik korupsi.

"Saya berharap kasus ini menjadi pintu masuk bagi KPK untuk memeriksa hakim-hakim (MK) lainnya untuk membongkar praktik suap di lembaga itu," tuturnya.

Sementara itu, koordinator Kontras, Aris Azhar, menyatakan bahwa Akil harus mundur agar proses persidangan di MK terus berjalan.

Seperti diwartakan, Akil ditetapkan sebagai tersangka, Kamis, setelah tertangkap tangan oleh KPK pada Rabu malam. Selain menangkap Akil, anggota DPR Chairun Nisa, dan pengusaha Cornelis Nalau, para penyidik KPK mendapatkan uang berupa dollar Singapura senilai sekitar Rp 3 miliar saat penangkapan itu. Diduga, uang tersebut akan diberikan kepada Akil terkait penyelesaian sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas di Kalimantan Tengah, dan Lebak di Banten.

Selain mereka bertiga, KPK juga menetapkan calon bupati petahana Pilkada Gunung Mas, Hambit Bintih, sebagai tersangka. Selain kasus di Kalimantan Tengah, Akil juga ditetapkan sebagai tersangka untuk dugaan kasus serupa di Kabupaten Lebak, Banten. Dalam kasus kedua, KPK menetapkan dua tersangka selain Akil.

Dua tersangka itu adalah Tubagus Chaery Wardana, yang adalah adik dari Gubernur Banten dan suami Wali Kota Tangerang Selatan, serta pengacara bernama Susi Tur Andayani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com