Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ruhut: Jimly dan Mahfud Jangan Pencitraan di Atas Bangkai Kawan

Kompas.com - 04/10/2013, 17:11 WIB
Indra Akuntono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Ruhut Sitompul, memberi kritik kepada dua mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidique dan Mahfud MD karena komentar-komentarnya yang dianggap menyerang Ketua MK Akil Mochtar.

Menurut Ruhut, Jimly dan Mahfud memanfaatkan kehebohan penangkapan Akil sebagai panggung politik nasional. Hal utama yang membuat Ruhut mengkritik Jimly dan Mahfud adalah karena keduanya menyampaikan bahwa Akil layak diberi hukuman mati. Bagi Ruhut, pernyataan tersebut sangat mengganggu dan kental dengan nuansa politis.

"Ketua I (Jimly) dan Ketua II (Mahfud) jangan memolitisi kasus ini," kata Ruhut saat dihubungi, Jumat (4/10/2013). Politisi Partai Demokrat ini menegaskan, apa yang dilontarkan kedua mantan Ketua MK itu tak memiliki dasar hukum. Pasalnya, hukuman terberat bagi koruptor hanyalah 20 tahun penjara.

Lebih jauh, Ruhut menduga, Jimly dan Mahfud sengaja tampil dan memberi pernyataan keras terhadap Akil karena keduanya memiliki hasrat khusus pada pemilihan umum tahun depan. Ruhut mengatakan, Mahfud memberi pernyataan keras karena kepentingannya ingin menjadi calon presiden dan Jimly sengaja mencari muka agar Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono meliriknya untuk dijadikan calon wakil presiden.

"Dasar hukum koruptor dihukum mati itu tidak ada, jangan juga disarankan hukuman seumur hidup. Janganlah memolitisi, itu namanya pencitraan di atas bangkai kawan," tandasnya.

Seperti diberitakan, Jimly sempat menyatakan bahwa Akil Mochtar layak diberi hukuman mati. Sementara Mahfud MD memiliki pendapat yang serupa, atau minimal Akil dapat diberi hukuman pidana seumur hidup.

Akil ditetapkan sebagai tersangka, Kamis (3/10/2013), setelah tertangkap tangan oleh KPK pada Rabu malam. Selain menangkap Akil, Chairun Nisa, dan Cornelis, para penyidik KPK juga mendapatkan uang berupa dollar Singapura senilai sekitar Rp 3 miliar saat penangkapan itu. Diduga, uang tersebut akan diberikan kepada Akil terkait penyelesaian sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah.

Selain mereka bertiga, KPK juga menetapkan calon bupati petahana Pilkada Gunung Mas, Hambit Bintih, sebagai tersangka.

Selain kasus di Kalimantan Tengah, Akil juga ditetapkan sebagai tersangka untuk dugaan kasus serupa di Kabupaten Lebak, Banten. Dalam kasus kedua, KPK menetapkan dua tersangka selain Akil. Dua tersangka itu adalah Tubagus Chaery Wardana, yang adalah adik dari Gubernur Banten sekaligus suami Wali Kota Tangerang Selatan, serta pengacara bernama Susi Tur Andayani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com