Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Miko Mengaku Dipaksa Sampaikan Keterangan Palsu, Ini Kata KPK

Kompas.com - 19/05/2017, 21:02 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) angkat bicara soal video seorang warga bernama Miko, yang mengaku dipaksa membuat kesaksian palsu saat diperiksa Novel Baswedan selaku penyidik KPK.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pembuat video tersebut adalah Miko, orang yang sama dengan yang diamankan Polda Metro Jaya.

Ia menyebutkan bahwa Miko pernah menjadi saksi dalam perkara suap mantan Hakim Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar.

Miko kemudian meminta perlindungan kepada KPK karena ada risiko keamanan atas kesaksian yang disampaikannya. Saat itu, KPK memutuskan memberikan perlindungan hukum kepada Miko.

Febri menyatakan bahwa hal itu sesuai tugas, kewenangan, dan kewajiban KPK yang ada pada Pasal 15 huruf a UU Nomor 30 Tahun 2002 untuk memberikan perlindungan terhadap saksi dan pelapor terkait kasus yang ditangani KPK.

KPK juga merujuk UU Perlindungan Saksi dan Korban. Pada salah satu ketentuan di UU, ada aturan yang menyebut salah satu hak dari saksi yang dilindungi adalah penggantian biaya hidup.

"Penggantian biaya hidup inilah yang dilakukan KPK (kepada Miko), karena pada saat itu sempat saksi pernah diletakkan di save house," kata Febri dalam konferensi pers di gedung KPK, Jumat (19/5/2017).

Penggantian biaya hidup juga diberikan karena Miko harus memenuhi kebutuhan keluarga di tengah kondisinya yang saat itu sedang tertekan akibat menjadi saksi kasus Akil.

Menurut Febri, KPK memberi bantuan antara Rp 1,2 juta dan Rp 1,7 juta kepada Miko sebagai pengganti biaya hidup.

"Maka diberikan bantuan hidup setara UMR di mana saksi tinggal," ujar Febri.

(Baca: Miko Berada di Bandung Saat Novel Disiram Air Keras)

Namun, setelah beberapa lama memberi perlindungan, KPK melihat ada beberapa dugaan pelanggaran dalam perjanjian menjadi saksi. Miko menjadi sulit dihadirkan di sidang.

"Dan, sudah tidak kooperatif lagi dan kami melihat tidak ada urgensi memberikan perlindungan terhadap saksi, maka diputuslah program perlindungan saksi tersebut," ujar Febri.

Febri mengatakan, KPK sudah terbiasa menghadapi serangan yang disebutkan Miko, seperti tuduhan tekanan dalam penyidikan. Namun, KPK punya aturan ketat soal prosedur pemeriksaan maupun penyidikan.

(Baca: Sempat Diduga Pelaku Penyerang Novel, Polisi Pulangkan Miko)

"Jadi kita tegaskan tekanan itu tidak terjadi dan selama ini apalagi Novel profesional selama melakukan proses pemeriksaan di penyidikan," ujar Febri.

Menurut Febri, jika melakukan tekanan, penyidik justru tidak akan mendapatkan informasi dalam melakukan pemeriksaan. Hal itu karena kejahatan korupsi punya karakter yang khusus dan jauh lebih rumit.

Febri mengatakan, untuk kasus Miko, KPK belum memikirkan menempuh proses hukum.

"Yang seperti ini saya kira cukup diklarifikasi dan dijelaskan dengan kronologi seperti ini," ujar Febri.

Kompas TV Video rekaman Miko Panji Tirtayasa sebelumnya muncul di situs berbagi gambar Youtube.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com