JAKARTA, KOMPAS.com - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, bukti dalam rangkaian penyidikan yang dibuka ke publik dapat menghambat proses hukum.
Hal ini terkait dengan permintaan DPR untuk membuka rekaman pemeriksaan mantan Anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani dalam kasus dugaan korupsi e-KTP. DPR tengah menyusun hak anget kepada KPK.
Usulan hak angket diputuskan pada Rapat Dengar Pendapat Komisi III dan KPK yang selesai digelar, Rabu (19/4/2017) dini hari.
Adapun usulan menggulirkan hak angket itu dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah Anggota Komisi III kepada KPK. Alasannya, dalam persidangan disebutkan bahwa Miryam mendapat tekanan dari sejumlah anggota Komisi III.
(Baca: Desak KPK Buka Rekaman Pemeriksaan Miryam, DPR Gulirkan Hak Angket)
"Jika bukti-bukti yang ada, yang muncul dalam rangkaian proses persidangan ini dibuka maka ada risiko buat bias proses hukum dan bukan tidak mungkin dapat menghambat penanganan kasus baik untuk MSH (Miryam S Haryani) atau e-ktp sendiri," kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/4/2017).
Febri menuturkan, KPK menghormati kewenangan pengawasan yang dimiliki DPR. Namun, lanjut dia, jangan sampai kewenangan itu mempengaruhi proses hukum yang tengah berjalan.
(Baca: Disebut Ancam Miryam dalam Kasus E-KTP, Anggota DPR Protes ke KPK)
"Kami dari awal katakan kami tangani e-ktp, tolong berbagai pihak tidak mencoba pengaruhi atau lakukan tindakan yang berisiko hambat penanganan kasus," ujar Febri.
Febri berharap DPR dapat mempertimbangkan secara serius untuk tidak menggunakan kewenangan pengawasan dalam ranah hukum. Febri percaya DPR menghargai proses pengungkapan kasus dugaan korupsi e-KTP.