Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"MK Harus Tolak Uji Materi Perpanjangan Masa Jabatan Hakim"

Kompas.com - 30/01/2017, 22:17 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) harus menolak uji materi terkait perpanjangan masa jabatan hakim MK.

Uji materi bernomor perkara 73/PUU-XIV/2016 itu diajukan oleh Centre of Strategic Studies University of Indonesia (CSS UI).

"Kami tidak sekadar berharap, tapi MK harus menolak uji materi perpanjangan masa jabatan itu," kata Boyamin melalui pesan singkat, Senin (30/1/2017).

CSS UI meminta agar masa jabatan hakim MK disamakan dengan hakim Mahkamah Agung (MA), yakni dipilih hingga usia 70 tahun.

Adapun pasal yang diuji adalah Pasal 4 dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi (UU 24/2003).

(Baca: Mahfud Menilai Argumen Perpanjangan Masa Jabatan Hakim MK Keliru)

CSS UI menilai, ketentuan Pasal 4 UU 24/2003 diskriminatif karena membatasi masa jabatan Ketua dan Wakil Ketua MK hanya boleh diemban selama dua tahun enam bulan.

Sedangkan Pasal 22 UU 24/2003 dinilai diskriminatif karena masa jabatan hakim MK dibatasi hanya selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

Jika MK menerima uji materi tersebut, maka hakim MK hanya sekali menjalani tes seleksi.

"Harus pakai panitia seleksi yang kredibel. Selain itu juga diperlukan proses yang panjang dan mendalam melalui psikotes," ujar Boyamin.

Menurut Boyamin, jika seleksi hakim MK dilakukan secara transparan dan ketat, maka panitia seleksi akan mendapatkan calon hakim MK yang tidak berpotensi melakukan korupsi.

Pengangkatan hakim MK yang tidak transparan terjadi pada Patrialis Akbar. Pengangkatannya melalui penunjukan langsung oleh Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono pada 2013 lalu.

Berdasarkan Pasal 19 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, pencalonan hakim konstitusi dilakukan secara transparan dan partisipatif.

Keputusan Presiden No 87/P Tahun 2013 tentang pengangkatan Patrialis juga digugat dan dikabulkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara.

Namun, pemerintah banding dan keputusan itu dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan juga Mahkamah Agung.

Kini, Patrialis telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Ia disangkakan menerima suap terkait uji materi UU Nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang tengah ditangani MK.

Patrialis disangka menerima suap sebesar 20.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura dari importir daging.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com