JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah memberikan rekomendasi agar proyek pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk (KTP) berbasis nomor induk kependudukan secara nasional atau disebut KTP elektronik pada 2012 tidak dilaksanakan.
Namun, rekomendasi tersebut tidak diikuti oleh pemerintah yang diwakili Kementerian Dalam Negeri. Proyek tersebut tetap berlangsung hingga akhirnya ditemukan dugaan korupsi senilai Rp 2 triliun.
"Bahkan, KPK waktu itu mengirimkan surat kepada Presiden untuk berikan rekomendasi, ternyata memang proyek E-KTP tetap berlangsung," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati di Gedung KPK Jakarta, Jumat (21/10/2016).
Menurut Yuyuk, KPK saat itu tidak menyarankan proyek KTP elektronik dilanjutkan, karena beberapa persoalan administrasi masih kacau. Misalnya, banyak data ganda penduduk.
"Bahwa KPK pun pernah berikan rekomendasi, tapi tidak diindahkan," kata Yuyuk.
Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan bahwa ia pernah meminta pengawasan dari KPK dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) saat proyek pengadaan KTP elektronik dilakukan.
Menurut Gamawan, rapat terkait anggaran pengadaan KTP elektronik pertama dibahas di tempat Wakil Presiden bersama Menteri Keuangan, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), serta menteri-menteri terkait.
Setelah rencana anggaran biaya disusun, menurut Gamawan, ia meminta agar rencana anggaran tersebut diaudit oleh BPKP.
"Selesai diaudit BPKP, itu saya bawa ke KPK, saya presentasikan di KPK lagi. Saran KPK saat itu, coba didampingi oleh LKPP," kata Gamawan.
Setelah rencana anggaran diawasi oleh auditor, menurut Gamawan, proses tender baru bisa dilakukan. Proses tersebut didampingi oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), BPKP dan sejumlah kementerian.
Selanjutnya, sebelum kontrak ditandatangani, Gamawan mengaku mengirimkan lagi berkas anggaran KTP elektronik ke KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung.
Menurut Gamawan, sampai sekarang berkas-berkas tersebut belum pernah diberikan kesimpulan oleh KPK.
Selain itu, BPKP juga melakukan audit dengan tujuan tertentu, namun tidak pernah ada temuan sampai sekarang.
(Baca: Saat Proyek KTP Elektronik, Gamawan Pernah Minta Pengawasan BPKP dan KPK)
"Tiba-tiba, saya dapat kabar ada kerugian Rp 1,1 triliun. Saya tidak tahu, karena yang saya pegang kan hasil audit, hasil pemeriksaan, bagaimana saya tahu kalau ada masalah," kata Gamawan.