Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua DPR: Sistem Hukum Indonesia Tak Akui Putusan IPT

Kompas.com - 22/07/2016, 13:33 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR Ade Komarudin mendukung pemerintah yang menolak keputusan Majelis hakim internasional dari International People’s Tribunal (IPT).

Menurut Ade, dalam sistem hukum Indonesia tak ada keharusan untuk mengakui hasil putusan IPT.

"Silakan saja mau apa saja (putusannya), kita punya sistem kedaulatan sendiri. Tidak ada kewajiban untuk ditaati," kata Ade di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (22/7/2016).

 

Adapun terkait permintaan maaf terhadap Partai Komunis Indonesia (PKI) yang disebut sebagai korban peristiwa 1965, Ade menilai hal tersebut tidak perlu dilakukan.

Bangsa Indonesia, menurutnya sudah cukup banyak mengalami peristiwa yang menguras energi, emosi bahkan memakan banyak korban.

(Baca: Pemerintah Diminta Tetap Kompak Tolak Putusan IPT Soal Kasus 1965)

Insiden 1965, kata dia, sebaiknya cukup dijadikan pelajaran untuk mencegah hal sama terulang di masa yang akan datang. Apalagi saat ini, banyak persoalan bangsa yang harus dihadapi, seperti dampak ekonomi global.

"Kita harus sama-sama solid secara nasional. Bukan soal partai politik atau kelompok manapun tapi soal survival bangsa ini dalam menghadapi dampak ekonomi global yang terus menurun," kata Politisi Partai Golkar itu.

 

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi menghormati keputusan International People's Tribunnal tragedi 1965. Namun, Retno menyatakan pemerintah Indonesia tidak terikat untuk mematuhi putusan tersebut.

"Di negara demokrasi, penyampaian kebebasan berpendapat tidak dilarang. Namun demikian, yang harus dipahami adalah hasil kegiatan IPT65 ini bukan sesuatu yang mengikat secara hukum dan tidak menjadi bagian dari mekanisme hukum nasional/internasional," ujar Retno dalam pesan singkat yang diterima, Kamis (21/7/2016).

Sementara, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan Indonesia tidak akan mengikuti putusan Majelis hakim internasional dari International People’s Tribunal (IPT) untuk meminta maaf atas kejahatan kemanusiaan 1965.

"Apa urusan dia (IPT 1965)? Dia kan bukan atasan kita. Indonesia punya sistem hukum sendiri saya tidak ingin orang lain mendikte bangsa ini," kata Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (20/7/2016).

Majelis hakim internasional dari International People’s Tribunal tentang Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Indonesia 1965 menyatakan bahwa telah terjadi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh negara pasca peristiwa 1 Oktober 1965.

Pembunuhan massal tersebut dilakukan terhadap anggota PKI dan anggota PNI yang merupakan pembela setia Presiden Sukarno.

Hakim Ketua, Zak Jacoob menyatakan Negara Indonesia bertanggung jawab atas beberapa kejahatan terhadap kemanusiaan.

Halaman:


Terkini Lainnya

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

Nasional
Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

Nasional
Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

Nasional
Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

Nasional
KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

Nasional
Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

Nasional
Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

Nasional
DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Nasional
Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com