JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi I Hanafi Rais meminta pemerintah tetap kompak dalam menolak keputusan Majelis hakim internasional dari International People’s Tribunal (IPT).
Majelis hakim menjatuhkan putusan tentang Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Indonesia 1965 dan menyatakan bahwa telah terjadi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh negara pasca-peristiwa 1 Oktober 1965.
Hanafi menambahkan, putusan tersebut tak akan berpengaruh secara politis jika pemerintah tetap kompak menyuarakan penolakan terhadap putusan tersebut.
"Asal pemerintah kompak (dari presiden, Menkopolhukam, Menlu, Polri, TNI) maka tidak akan ada pengaruhnya keputusan IPT itu," ujar Hanafi melalui pesan singkat, Jumat (22/7/2016).
"Tapi kalau dari pihak pemerintah sendiri ada yang memberi ruang untuk menjalankan rekomendasi IPT untuk minta maaf, itu yang bikin rawan intervensi," sambung dia.
Apalagi, kata Hanafi, Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu juga sudah secara tegas menyatakan tidak akan minta maaf kepada PKI.
(Baca: Indonesia Tuntaskan Kasus HAM Berdasarkan Hukum Nasional, Bukan atas Putusan IPT 1965)
"Kami dukung sikap presiden yang tegas tidak akan minta maaf," tutur Politisi Partai Amanat Nasional itu.
Majelis hakim internasional dari International People’s Tribunal tentang Kejahatan Terhadap Kemanusiaan Indonesia 1965 menyatakan bahwa telah terjadi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh negara pasca peristiwa 1 Oktober 1965.
Pembunuhan massal tersebut dilakukan terhadap anggota PKI dan anggota PNI yang merupakan pembela setia Presiden Sukarno.
Hakim Ketua, Zak Jacoob menyatakan Negara Indonesia bertanggung jawab atas beberapa kejahatan terhadap kemanusiaan.
Pertama, pembunuhan massal yang diperkirakan menimbulkan ratusan ribu korban.
Kedua, penahanan dalam kondisi tak manusiawi, di mana jumlah korban diperkirakan mencapai sekitar 600.000 orang.
(Baca: Menlu: Putusan IPT 1965 Tidak Mengikat Indonesia)
Ketiga, perbudakan orang-orang di kamp tahanan seperti di Pulau Buru. Selain itu, terdapat juga bentuk penyiksaan, penghilangan paksa dan kekerasan seksual.
Majelis hakim merekomendasikan agar Pemerintah Indonesia minta maaf kepada para korban, penyintas, dan keluarga korban. Pemerintah juga didesak melakukan penyelidikan kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana tuntutan Komnas Perempuan Komnas HAM dalam laporannya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.