Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY: Belum Tentu Hakim Terlibat dalam Operasi Tangkap Tangan Panitera PN Jakpus

Kompas.com - 01/07/2016, 21:54 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Yudisial Aidul Fitriciada Azhari mengatakan, tangkap tangan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat M Santoso belum tentu akan merembet pada keterlibatan hakim.

Menurut dia, banyak pihak yang tengah disidangkan mencari jalan pintas agar hakim meringankan hukuman melalui panitera, namun tidak otomatis hakim juga ikut-ikutan.

"Bisa jadi memang mereka gunakan panitera untuk pengaruhi hakim. Tapi belum tentu sampai ke hakim," ujar Aidul di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (1/7/2016) malam.

Aidul mengatakan, keleluasaan pihak berperkara untuk mendekati panitera lantaran lemahnya pengawasan di pengadilan. Sementara KY tidak berwenang untuk mengawasi panitera, terbatas hanya untuk hakim pengadilan.

"Tapi itu kan bisa memperlihatkan bahwa pengawasan manajemen peradilan sendiri. Ini kewenangan PN untuk mengawasi aparatnya," kata dia.

(Baca: Ini Kronologi Penangkapan Panitera PN Jakarta Pusat)

Aidul pun meminta pihak berperkara tidak menggantungkan harapannya ke panitera untuk memperjuangkan kasus. Alih-alih divonis ringan oleh hakim, justru ia akan dibui lebih berat.

"Jangan sampai tertipu dengan pihak yang menggunakan bau hakim," kata Aidul.

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri keterlibatan hakim dalam kasus suap yang melibatkan Muhammad Santoso. KPK sedang mencari tahu, apakah uang sebesar 28.000 dollar Singapura yang disita dari panitera akan diberikan kepada hakim.

Penangkapan Santoso dan satu orang lainnya terkait pemberian uang yang berhubungan dengan perkara yang sedang ditangani PN Jakarta Pusat. Perkara yang dimaksud yaitu, perkara perdata antara PT Mitra Maju Sukses melawan PT Kapuas Tunggal Persada.

(Baca: KPK Telusuri Keterlibatan Hakim dalam Kasus Suap Panitera PN Jakarta Pusat)

Pada Kamis (30/6/2016) kemarin, Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan menolak gugatan yang dilayangkan PT Mitra Maju Sukses sebagai penggugat.

Dalam kasus ini, Santoso diduga disuap oleh Raoul Adhitya Wiranatakusumah, pengacara PT Kapuas Tunggal Persada.

Suap dilakukan untuk memenangkan perkara perdata yang melibatkan PT Kapuas Tunggal Persada.

Uang diberikan kepada Santoso melalui staf pada kantor pengacara Wiranatakusumah Legal and Consultant, Ahmad Yani Saat Santoso ditangkap, petugas KPK menyita uang sebesar 28.000 dollar Singapura yang dimasukan dalam dua amplop, yang masing-masing terdiri dari 3.000 dollar dan 25.000 dollar Singapura.

Kompas TV KPK Tangkap 3 Panitera dalam 3 Bulan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com