Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aliansi Masyarakat Adat Minta MK Awasi Putusan Terkait Pengembalian Hutan Adat

Kompas.com - 30/05/2016, 14:58 WIB
Ayu Rachmaningtyas

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Epistema Institute Yance Arizona mengharapkan agar Mahkamah Konsitusi (MK) dapat memantau pelaksanaan putusan MK Nomer 35 Tahun 2012 sebagai pengembalian hak-hak hutan dan masyarakat adat.

Di dalam putusan itu juga terdapat putusan untuk mempermudah syarat masyarakat adat dalam mengubah status desa menjadi desa adat.

Yance menyatakan, dalam putusan MK itu ditegaskan bahwa hutan yang berada di wilayah adat, dan bukan lagi hutan negara. Namun, dalam praktiknya, sampai saat ini belum ada satu hutan adat pun yang dibebaskan dari hutan negara.

Salah satu perjuangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), memetakan wilayah adat masing-masing. Mereka membuat plang di hutan bertulisan "Ini hutan adat bukan hutan negara". Hal tersebut merupakan salah satu upaya mengimplementasikan putusan MK 35.

"Putusan MK itu merupakan titik balik di mana negara memposisikan masyarakat adat. Seharusnya, pemerintah merespon baik dan membuat kebijakan atas putusan MK," kata Yance, saat melakukan audiensi dengan Ketua Mahkamah Agung (MK) Arief Hidayat, di Gedung MK, Senin (30/5/2016).

Ia mengatakan, dalam pembebasan desa adat ada syarat serta beban yang harus dipenuhi oleh kelompok adat. Hal ini, tentu membebankan kelompok masyarakat adat untuk melakukan pembebasan. Padahal, sudah ada keputusan Perda sebagai legalitas atas pengakuan dari daerah.

"Di lapangan, masyarakat adat sulit untuk melakukan pembuktian seperti penelitian dan desiminasi yang harus dibuktikan. Intinya kedepan bagimana masyarakat adat bisa mudah memperoleh status hukum," ujar dia.

Permasalahan lainya, juga terjadi konflik di lapangan. Dari data tahun 2015, ada 217 masyarakat adat yang dipidanakan atas masalah yang berkaitan dengan sumber daya alam.

"Mereka dikriminalisasi bukan kesalahannya, tapi ingin merebut haknya kembali atas putusan MK. Tidak jarang masyarakat adat harus bermasalah dengan pengusaha ataupun pemerintah," ujar dia.

Ketua Mahkamah Agung (MK) Arief Hidayat mengatakan putusan MK memang berbeda dengan putusan pengadilan negeri yang bersifat mengikat dan memaksa.

MK tidak memiliki lembaga eksekutorial sebagai pengawas dan implementasi atas putusan-putusan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, pelaksanaanya tergantung pada kesadaran dan ketaatan untuk mengikuti putusan.

"Eksekusi putusan itu susah, karena tidak ada lembaga khusus. Karena itu, putusan MK tergantung pada kesadaran dan ketaatan untuk tunduk atau tidak," ujar dia.

Menurut dia, perlu ada pengawasan dari berbagai pemangku kebijakan untuk mengawal agar putusan MK dapat dijalankan. Oleh karena itu, perlu kesabaran dalam mengawalnya.

"Kami tetap konsisten akan putusan sebelumnya. Karena putusan MK itu di desain secara final dan mengikat," kata Arief.

Ia mengatakan, tidak hanya MK di Indonesia, pengalaman serupa juga terjadi pada MK di negara yang tidak memiliki eksekutorial. Perlu waktu bertahun-tahun agar keputusan MK dapat diimplementasikan dengan baik.

"Ada negara yang sampai 20-30 tahun baru bisa menjalankan putusan MK negaranya dengan baik. Maka tidak tidak bisa patah semangat atau menjadi apatis terhadap putusan kami," kata dia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com