Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rencana Jokowi Bangun Koalisi Besar Dinilai Berpotensi Lemahkan Sistem Presidensial

Kompas.com - 27/05/2016, 05:41 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Upaya Presiden Joko Widodo membangun koalisi besar dinilai dapat memperlemah bangunan sistem presidensial di Indonesia.

Koalisi besar itu dapat terbangun terutama jika Jokowi mengakomodasi tambahan dukungan dari Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Golkar ke dalam Kabinet Kerja. 

Menurut Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga, Ramlan Surbakti, langkah tersebut justru membuka celah bagi partai politik (parpol) untuk membuat gaduh kabinet saat kebijakan yang dikeluarkan Presiden bertentangan dengan kepentingan partai pendukung.

"Terkadang yang membuat sistem presidensial itu lemah ya, perilaku Presiden sendiri yang tidak yakin dengan membangun koalisi besar," kata Ramlan saat dihubungi Kompas.com, Kamis (26/5/2016).

"Padahal, penentuan menteri itu sepenuhnya wewenang presiden dalam sistem presidensial," ujarnya. 

Ramlan pun mengatakan, dalam sistem presidensial, pertentangan antara eksekutif dan legislatif merupakan hal yang lumrah. Sebab, lembaga eksekutif dan legislatif sengaja didesain terpisah untuk menjalankan fungsi check and balances.

"Sehingga, ketika ada pertentangan dalam pembahasan undang-undang atau selainnya di DPR, dialog antara eksekutif dan legislatif dilakukan secara deliberatif, bukan transaksional," kata Ramlan.

Dia juga mengatakan, Presiden tak perlu khawatir dimakzulkan, apalagi mekanisme pemakzulan saat ini tak semudah dulu.

Mekanisme itu antara lain adanya penafsiran dari Mahkamah Konstitusi terlebih dahulu terkait mosi tidak percaya yang diajukan oleh DPR.

"Proses pemakzulan sekarang cukup rumit sehingga Presiden tak perlu khawatir sehingga koalisi dibuat efektif dan efisien saja," tutur Ramlan.

Sebelumnya, beberapa partai yang memberikan dukungannya kepada Presiden Joko Widodo mulai menunjukkan kegaduhan dalam penentuan jabatan penting.

Salah satunya PDI-P terkait posisi Kapolri. PDI-P bersikeras mencalonkan Wakapolri Komjen Budi Gunawan yang pernah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

Setelah Budi Gunawan memenangi praperadilan dan Jenderal (Pol) Badrodin Haiti mendekati masa pensiun, PDI-P mendorong Budi Gunawan menjadi Kapolri.

(Baca: Dukung Budi Gunawan Jadi Kapolri, PDI-P Tolak Jabatan Badrodin Diperpanjang)

Padahal, penentuan jabatan Kapolri dalam sistem presidensial merupakan kewenangan mutlak presiden.

Ada pula manuver partai yang mencoba mempertahankan atau memasukkan kadernya ke Kabinet Kerja.

Hal ini dinilai oleh sebagian kalangan sebagai inkonsistensi pelaksanaan sistem presidensial di Indonesia yang diakibatkan terlalu banyaknya partai. Presiden dinilai tersandera oleh kepentingan partai-partai pendukungnya.

Kompas TV Golkar Selera Istana? - Satu Meja Eps 143 bagian 3
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Pimpinan KPK Alexander Marwata Sudah Dimintai Keterangan Bareskrim soal Laporan Ghufron

Nasional
Drama Nurul Ghufron vs Dewas KPK dan Keberanian Para 'Sesepuh'

Drama Nurul Ghufron vs Dewas KPK dan Keberanian Para "Sesepuh"

Nasional
Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Di Hadapan Jokowi, Kepala BPKP Sebut Telah Selamatkan Uang Negara Rp 78,68 Triliun

Nasional
Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Hadapi Laporan Nurul Ghufron, Dewas KPK: Kami Melaksanakan Tugas

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

MK Tolak Gugatan PPP Terkait Perolehan Suara di Jakarta, Jambi, dan Papua Pegunungan

Nasional
11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

11 Korban Banjir Lahar di Sumbar Masih Hilang, Pencarian Diperluas ke Perbatasan Riau

Nasional
Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Perindo Resmi Dukung Khofifah-Emil Dardak Maju Pilkada Jatim 2024

Nasional
KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

KPK Usut Dugaan Pengadaan Barang dan Jasa Fiktif di PT Telkom Group, Kerugian Capai Ratusan Miliar

Nasional
Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Anggota DPR Sebut Pembubaran People’s Water Forum Coreng Demokrasi Indonesia

Nasional
Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Namanya Disebut Masuk Bursa Pansel Capim KPK, Kepala BPKP: Tunggu SK, Baru Calon

Nasional
Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Tutup Forum Parlemen WWF, Puan Tekankan Pentingnya Ketahanan Air

Nasional
Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Singgung Kenaikan Tukin, Jokowi Minta BPKP Bekerja Lebih Baik

Nasional
Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Kembangkan Energi Terbarukan di RI dan Internasional, Pertamina NRE Gandeng Masdar

Nasional
MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

MK Tolak Gugatan PPP soal Perpindahan 21.000 Suara ke Partai Garuda di 4 Dapil

Nasional
Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Paparkan Hasil Forum Parlemen WWF, Puan Sebut Isu Air Akan Jadi Agenda Prioritas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com