Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ada Kesadaran Para Elite Yudisial untuk Mengundurkan Diri Saat Tersandung Kasus

Kompas.com - 10/05/2016, 21:37 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti mengatakan bahwa saat ini belum terlihat adanya kemauan dari para pimpinan lembaga yudisial untuk mengupayakan reformasi di sektor peradilan dan pemberantasan mafia peradilan.

Dia mengatakan, dalam beberapa kasus pelanggaran pidana maupun etik yang melibatkan pejabat di lingkungan peradilan, jarang sekali ditemukan pejabat yang rela mundur karena merasa sudah mencoreng institusinya.

Ada beberapa kasus pelanggaran yang bisa dijadikan tolok ukur rendahnya keinginan para elit mengubah citra lembaga yudisial.

Kasus pertama yakni sanksi etik berupa teguran lisan dari Dewan Etik Mahkamah Konstitusi (MK) dan Ketua MK Arief Hidayat.

Pemberian sanksi tersebut dilakukan lantaran Arief dianggap melanggar etika dengan membuat surat titipan atau katabelece kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan Widyo Pramono untuk "membina" seorang kerabatnya.

(Baca: Buat Surat Titipan ke Jamwas, Ketua MK Dijatuhi Sanksi Etik)

Namun, Ray menilai seharusnya sanksi yang diberikan tidak hanya berupa teguran secara lisan. Ketua MK sudah selayaknya mundur dari jabatannya karena telah melakukan pelanggaran etik.

Kasus kedua tertangkapnya Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Edy Nasution oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Edy ditangkap karena diduga menerima suap dalam upaya pengajuan peninjauan kembali di PN Jakpus.

Kasus tersebut kini ikut menyeret nama Nurhadi, Sekretaris Mahkamah Agung. KPK pun telah mencekal Nurhadi agar tak berpergian keluar negeri, bahkan telah menggeledah rumah Nurhadi dan menyita beberapa barang dari rumahnya.

Nurhadi diduga terlibat dalam perkara tersebut.

"Ketua MK maupun Nurhadi tidak memiliki keinginan untuk mundur dari jabatannya. Hal ini menjadi indikasi tidak adanya kemauan melakukan reformasi secara institusional," ujar Ray saat memberikan keterangan pers di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Senin (10/5/2016).

(Baca: KPK Sita Uang Rp 1,7 Miliar dalam Berbagai Pecahan Asing di Rumah Sekretaris MA)

Lebih lanjut, Ray menjelaskan, upaya untuk mereformasi lembaga yudisial atau pun membongkar jaringan mafia peradilan tidak akan berhasil jika tidak dimulai oleh elit internalnya.

Pasalnya, menurut Ray, lembaga yudisial merupakan lembaga independen yang bebas dari intervensi dari siapa pun, baik dari lembaga eksekutif maupun legislatif.

"Jaringan Mafia Peradilan tidak bisa dibongkar jika tidak ada kontribusi elit di lingkungan peradilan. Lembaga peradilan itu independen. Legislatif dan eksekutif tidak bisa intervensi. Perubahan memang harus dari dalam," kata Ray.

Sementara itu, Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum Jentera, belum ada langkah konkret yang dilakukan oleh elit lembaga peradilan sejak ditangkapnya Panitera Sekretaris PN Jakarta Pusat Edy Nasution oleh KPK dan permintaan pencegahan terhadap Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi.

Sikap tidak jelas ketua MA, kata Bivitri, menunjukkan tidak adanya komitmen dalam melakukan pembenahan secara menyeluruh. Tidak adanya sikap tersebut tentu akan menggangu marwah dan martabat lembaga peradilan.

Lebih jauh semakin memudarkan kepercayaan publik.

"Nampaknya persoalan mafia hukum atau korupsi yudisial bukan menjadi sesuatu yang penting bagi ketua MA," kata Bivitri.

Kompas TV Panitera Pengadilan Terima Suap?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Nasional
Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Nasional
Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Nasional
Pejabat Pemerintah Dinilai Tak 'Gentle' Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Pejabat Pemerintah Dinilai Tak "Gentle" Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Nasional
Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar 'Fun Run' hingga Konser di GBK Minggu Besok

Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar "Fun Run" hingga Konser di GBK Minggu Besok

Nasional
Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Nasional
Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Nasional
Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Nasional
PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

Nasional
PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

Nasional
38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

Nasional
PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

Nasional
Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung 'Cawe-cawe' Jokowi?

Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung "Cawe-cawe" Jokowi?

Nasional
Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com