Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan KPK Khawatir Kewenangan SP3 Bikin Kerja Tak Hati-hati

Kompas.com - 07/03/2016, 14:58 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengaku, pihaknya tak mengerti nasib revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) setelah pemerintah dan DPR sepakat untuk menunda pembahasan revisi.

Namun, menurut dia, KPK sudah tegas menolak poin-poin revisi UU KPK. Sikap itu disampaikan KPK kepada Badan Legislasi DPR lewat surat.

Ia pun menyinggung salah satu poin revisi yang diusulkan, yaitu terkait kewenangan KPK mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). (baca: Rhoma Irama: Kalau UU KPK Tetap Direvisi, Terlalu...)

Alex khawatir, kerja KPK akan kurang berhati-hati jika diberikan kewenangan menghentikan penyidikan.

"Belajar dari pengalaman aparat penegak hukum yang lain, ketika mereka diberi kewenangan SP3, maka ada kemungkinan penyidikan tidak dilakukan hati-hati," tutur Alex di Kampus Universitas Atma Jaya, Jakarta, Senin (7/3/2016).

Hal tersebut, menurut dia, diperoleh dari cerita rekan-rekan penegak hukum dan juga Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, yang berlatarbelakang kepolisian. (baca: Mengendalikan "Anak Nakal" Reformasi)

Alex menambahkan, pimpinan KPK sepakat menolak usulan tersebut karena saat menaikkan suatu kasus ke tingkat penyidikan, KPK sudah yakin perkara tersebut bisa diproses hingga pengadilan. Sehingga SP3 tak diperlukan.

Selain itu, dikhawatirkan ada faktor-faktor politis jika KPK memiliki kewenangan mengeluarkan SP3.

Meskipun secara pribadi, ia mengaku tak 100 persen menolak usulan tersebut. Pasalnya, bisa saja nantinya ada tersangka KPK yang tidak bisa diadili di persidangan. (baca: Pukat UGM: Seharusnya Jokowi Tegas Menolak Revisi UU KPK)

"Saat saya jadi hakim ada beberapa kasus yang saya tangani tersangkanya sudah betul-betul sakit parah, bahkan ketika ditanya nama tak bisa menjawab," kata Alex.

Meski begitu, lanjut dia, tanpa diberikan kewenangan mengeluarkan SP3 pun KPK dapat melimpahkan kasus ke Kejaksaan. Sehingga nantinya pihak kejaksaan yang akan menerbitkan SP3. 

"Jadi masih ada cara lain tanpa harus KPK diberikan kewenangan menghentikan penyidikan," ucap Alex.

Meski begitu, ia memahami bahwa UU KPK yang sudah berusia 12 tahun tersebut tak luput dari kekurangan dan belum sepenuhnya sempurna. Namun, UU KPK yang sekarang ia nilai sudah cukup mampu mengakomodasi kerja KPK.

"Kalau IPK (Indeks Persepsi Korupsi) kita sudah di angka 50, boleh lah kita pikirkan lagi untuk melakukan revisi," imbuhnya.

Presiden Joko Widodo dan pimpinan DPR sepakat untuk menunda pembahasan revisi UU KPK agar dilakukan sosialisasi ke masyarakat.

Tak ditentukan lama waktu penundaan untuk melakukan sosialisasi ke masyarakat. Meski ditunda, tetapi disepakati revisi UU KPK nantinya akan tetap fokus pada empat poin pembahasan.

Empat poin tersebut, yakni pembatasan kewenangan penyadapan, pembentukan dewan pengawas, kewenangan KPK menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), serta kewenangan rekrutmen penyelidik dan penyidik.

Kompas TV Ketua KPK : Hukuman Mati Untuk Koruptor - Satu Meja
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Ahli Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Ahli Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com