Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrat: Panja Dibentuk karena Ketakutan Jaksa Agung Panggil Setya Novanto

Kompas.com - 03/02/2016, 14:29 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Benny K Harman membantah pembentukan panitia kerja kasus pemufakatan jahat permintaan saham PT Freeport merupakan intervensi penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung.

Menurut dia, pembentukan panja justru bertujuan untuk mendukung Kejagung dalam mengusut kasus yang menjerat mantan Ketua DPR Setya Novanto dan pengusaha minyak Riza Chalid itu.

Benny menilai, Jaksa Agung HM Prasetyo kurang berani dalam memimpin lembaganya mengusut kasus ini. Setya Novanto dan Riza Chalid belum juga memenuhi panggilan hingga hari ini, tetapi tak ada tindakan tegas yang diambil Kejagung.

"Berani enggak panggil Novanto, katanya tiga kali panggil paksa, mana? Novanto saja enggak berani, apalagi Riza Chalid," kata Benny di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/2/2016).

Benny menilai, kasus pemufakatan jahat ini memang sarat dengan kepentingan politis. Oleh karena itu, Jaksa Agung membutuhkan dukungan politik yang kuat dari Komisi III DPR.

(Baca: Ditentang Sebagian Anggota, Panja Kasus Setya Novanto Jalan Terus)

"Justru kita tantang apakah Jaksa Agung ini punya keberanian untuk mengusut pemufakatan jahat ini?" ucap Benny.

Politisi Partai Demokrat ini memastikan nantinya semua rapat panja akan terbuka untuk umum. Dia mempersilakan masyarakat untuk memantau setiap rapat yang dilakukan, apakah di dalamnya ada usaha untuk mengintervensi atau tidak.

Dugaan adanya pemufakatan jahat diketahui berdasarkan rekaman percakapan dalam pertemuan antara Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan bos PT Freeport Indonesia ketika itu, Maroef Sjamsoeddin.

Percakapan pertemuan yang digelar di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, pada 8 Juli 2015 itu direkam oleh Maroef. Rekaman sudah diputar oleh MKD dan ponsel yang dipakai untuk merekam sudah diserahkan ke kejaksaan.

(Baca: Setya Novanto yang Masih Tak Tersentuh Kejagung)

Dalam pertemuan itu, diduga ada permintaan saham PT Freeport Indonesia kepada Maroef dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo- Wakil Presiden Jusuf Kalla. Adapun terkait dugaan pelanggaran etika dalam kasus tersebut, Mahkamah Kehormatan Dewan menutup pengusutan perkara Novanto tanpa putusan apa pun.

Intervensi penegakan hukum

Sebelumnya, saat wacana pembentukan panja Novanto bergulir, Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan keberatan. Menurut dia, pembentukan panja ini bisa menimbulkan kesan bahwa DPR mengintervensi penegakan hukum karena Kejaksaan Agung tengah menangani kasus dugaan permufakatan jahat ini.

"Saya khawatir nanti justru dengan adanya catatan seperti itu akan membentuk panja dan sebagainya bisa lembaga yang terhormat (DPR) ini dianggap mengintervensi penegakan hukum," kata Prasetyo usai rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/1/2016) malam.

(Baca: Alasan Kesehatan, Setya Novanto Urung Beri Keterangan di Kejaksaan Agung)

Prasetyo mengatakan, proses politik keterlibatan Novanto yang meminta saham PT Freeport ini sudah selesai di Mahkamah Kehormatan Dewan.

Kini, giliran kejaksaan yang mengusut kasus ini berdasarkan proses hukum. Penegakan hukum, kata dia, harus dijaga dan berjalan sesuai dengan jalurnya sendiri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com