Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setya Novanto yang Masih Tak Tersentuh Kejagung

Kompas.com - 27/01/2016, 12:59 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Tiga kali Kejaksaan Agung memanggil mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Setya Novanto, tiga kali pula Novanto mangkir.

Sedianya, Novanto diperiksa atas perkara dugaan korupsi lewat pemufakatan jahat yang dilakukan Novanto dengan pengusaha Muhammad Riza Chalid.

Pertama, penyelidik memanggil Novanto pada Rabu, 13 Januari 2016. Namun, Novanto tidak datang tanpa keterangan.

Kuasa hukum Novanto, Firman Wijaya, berpendapat, kliennya tidak perlu datang ke kejaksaan. Alasannya, barang bukti yang jadi dasar pemanggilan Novanto, yakni rekaman suara, dianggap ilegal.

"Kan Pak Novanto diperiksa berdasarkan alat bukti rekaman, sementara, menurut kami, itu rekaman adalah ilegal. Jadi, masa seseorang diperiksa berdasarkan sesuatu yang ilegal?" ujar Firman, kala itu.

(Baca: Ditolak Setya Novanto, Kejagung Titip Surat Panggilan ke RT/RW)

Kedua, penyelidik kembali memanggil Novanto pada Rabu, 20 Januari 2016. Namun, Novanto kembali mangkir tanpa keterangan.

Kuasa hukum Novanto lainnya, Maqdir Ismail, beralasan, perkara itu dianggapnya bersumber pada sidang kode etik Novanto di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) beberapa waktu yang lalu.

Jika penyelidik ingin mendapatkan keterangan Novanto, lanjut Maqdir, penyidik tinggal meminta rekaman pernyataan Novanto kepada perangkat sidang MKD DPR RI.

(Baca: Kasus Pemufakatan Jahat, Jaksa Agung Tegaskan Punya Bukti Selain Rekaman)

"Karena di sidang itu, Pak Novanto sudah bicara seluruhnya. Jadi, keterangan apa lagi yang perlu diberikan? Kalau mau, silakan ambil dari sidang itu saja," ujar Maqdir.

Hari ini, Rabu 27 Januari 2016, penyelidik kejaksaan kembali memanggil Novanto. Tetapi, Novanto malah berencana mengirimkan surat permohonan penundaan pemanggilan.

"Surat (permintaan penundaan) dirumuskan stafnya Pak Novanto. Harusnya sudah sampai ke kejaksaan," kata Maqdir, Rabu siang.

Surat permintaan penundaan itu sekaligus berisi alasan Novanto mengapa dirinya tidak dapat datang memberikan keterangan kepada penyelidik.

(Baca: Begini "Ngototnya" Komisi III Saat Cecar Jaksa Agung soal Setya Novanto)

Sebelumnya, Kejaksaan Agung menyelidiki dugaan korupsi lewat pemufakatan jahat yang dilakukan mantan Ketua DPR Setya Novanto dengan Muhammad Riza Chalid. Tindakan itu dilakukan saat Novanto-Chalid bertemu dengan PT Freeport Indonesia.

Unsur korupsi melalui pemufakatan jahat ialah dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk meminta saham sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Tanpa keterangan Novanto, penyelidik sulit meningkatkan status hukum dari penyelidikan menjadi penyidikan. Pengusutan perkara itu pun jalan di tempat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com