Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jangan Sampai Revisi UU KPK untuk Amankan Penerima Aliran Dana Damayanti"

Kompas.com - 01/02/2016, 18:46 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesian Corruption Watch, Aradila Caesar mengharapkan, revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) bukan untuk menyelamatkan sejumlah anggota DPR yang terindikasi korupsi.

Aradila mengkaitkan wacana tersebut dengan kasus yang menjerat Anggota Komisi V dari Fraksi PDI Perjuangan, Damayanti Wisnu Putranti.

"Upaya merevisi UU KPK juga bisa bermaksud untuk mengamankan kasus-kasus yang menerima aliran dana dari Damayanti," ujar Aradila saat dihubungi, Senin (1/2/2016).

"Jangan sampai isu revisi UU KPK hanya dipakai untuk itu saja. Untuk mengamankan segelintir orang yang menerima dana," sambungnya. (baca: Politisi PDI-P Damayanti Ajukan Diri Jadi "Justice Collaborator")

Ia menambahkan, kasus Damayanti merupakan satu sinyal positif bahwa kewenangan penyadapan juga dipakai oleh KPK untuk membongkar kasus tersebut.

Terlebih, masih ada puluhan anggota DPR lain yang terindikasi menerima aliran uang itu.

Aradila melihat, revisi UU KPK ketika masuk ke DPR akan menjadi bola liar yang tak bisa dihentikan oleh siapapun. Tak ada jaminan bahwa revisi hanya empat poin.

Bahkan, jika sudah masuk DPR, Pemerintah pun tak dapat menghentikan bergulirnya bola liar tersebut. (baca: "Nasib UU KPK Ada di Tangan Presiden")

"Meskipun sudah disepakati antara DPR dan pemerintah empat poin itu saja yang coba diubah, tapi ketika masuk DPR, unsur politiknya tidak bisa ditinggalkan bahwa DPR memiliki tendensi untuk melemahkan KPK," kata dia.

Ia pun menyinggung sejarah dimana wacana revisi UU KPK yang selama ini dilempar ke publik memiliki potensi pelemahan terhadap KPK. (Baca: Revisi UU KPK, DPR Tak Izinkan Penyelidik dan Penyidik Independen)

Sehingga, tidak aneh jika masyarakat menganggap bahwa upaya yang dilakukan DPR adalah untuk melemahkan KPK.

Menurut Aradila, substansi dari empat poin yang direvisi pun masih belum jelas, sehingga diperlukan pengkajian ulang. (Baca: Survei: Masyarakat Anggap Revisi UU KPK Akan Perlemah KPK)

"Misalnya kewenangan penyadapan dihilangkan atau dikurangi, atau harus menggunakan izin pengadilan. Itu harus dikaji lebih dalam lagi apakah memperkuat atau memperlemah," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com