"Pengajuan justice collaborator memang benar, sudah diterima KPK pada Jumat lalu," ujar Yuyuk di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (26/1/2016).
Yuyuk mengatakan, pengajuan tersebut tidak langsung dikabulkan oleh KPK. Pihaknya masih akan membahas pengajuan tersebut, apakah bisa dikabulkan atau tidak.
(Baca: Hasil Geledah di Ambon Bisa Jerat Pelaku Lain dalam Kasus Damayanti)
"Dikaji dulu oleh biro hukum dan tim penyidik mengenai pengajuan justice collaborator DWP (Damayanti Wisnu Putranti)," ujar Yuyuk.
Untuk menjadi justice collaborator, Damayanti harus secara gamblang membeberkan kronologi tindak pidana korupsi yang menjeratnya dan membeberkan pihak-pihak lain yang bisa dijerat.
Jika permohonannya dikabulkan, maka Damayanti akan mendapat keuntungan.
"Bisa keringanan hukuman. Namun, semuanya, sekali lagi, baru diajukan," kata Yuyuk.
(Baca: KPK: Kemungkinan Ada Tersangka Baru Terkait Kasus Damayanti)
Suap kepada Damayanti terkait proyek jalan Trans-Seram di Maluku yang dikerjakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Pembangunan Rakyat (Kementerian PUPR). Selain Damayanti, KPK juga menjerat Chief Executive Officer PT Windhu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir.
KPK menduga, Abdul Khoir memberi Damayanti, Julia, dan Dessy uang masing-masing 33.000 dollar Singapura.
Uang itu merupakan bagian dari suap agar PT WTU mendapatkan proyek-proyek di bidang jasa konstruksi yang dibiayai dari dana aspirasi DPR di Provinsi Maluku.
PT WTU memang mengincar sejumlah proyek jalan di provinsi itu, yang dianggarkan dari dana aspirasi DPR dan dicairkan melalui Kementerian PUPR.