Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demo di Depan KPK, Massa Pendukung Jokowi Minta Novanto-Riza Ditindak

Kompas.com - 15/12/2015, 13:23 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Seratusan orang melakukan unjuk rasa di depan Gedung KPK, Jakarta, Selasa (15/12/2015). Mereka mendesak aparat penegak hukum menindak Ketua DPR RI Setya Novanto dan pengusaha Muhammad Riza Chalid yang dianggap telah melakukan tindak pidana.

Dalam aksinya, dua pengunjuk rasa nampak memakai topeng wajah Novanto dan Riza. Keduanya ditempatkan di sebuah kotak seperti penjara. Jerujinya yang berwarna hitam terbuat dari bambu.

"Saya minta tiga penegak hukum kita, Kejaksaan, KPK, dan Polri untuk mengambil langkah tegas agar Riza Chalid dan Setya Novanto dapat dipenjarakan," seru pendemo yang berdiri di atas mobil.

Aksi ini dilakukan oleh berbagai pendukung Joko Widodo semasa kampanye Pilpres 2015, seperti Seknas Jokowi dan Bara JP, dengan nama Komite Penyelamat Nawacita. (baca: Novanto Akan Divonis, Ini Pesan Jokowi kepada MKD)

Massa diperbolehkan membawa "penjara" itu hingga ke depan lobi KPK. Butuh 10 orang untuk mengangkat kurungan bambu itu.

Koordinator Komite Penyelamat Nawacita Osman Tanjung mengatakan, belakangan masyarakat dihadirkan pemberitaan soal kisah antara Novanto dan Freeport yang menunjukkan adanya indikasi berkeliarannya para mafia. (baca: Akbar Faizal Nilai Novanto Langgar Kode Etik Berat)

"Demi kepentingannya itu para mafia tak segan-segan mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden. Saat langkah busuk itu terungkap kini para mafia sedang berusaha mengakali proses di MKD," ujar Osman.

Menurut Osman, pencatutan nama kepala negara tidak cukup hanya diselesaikan secara etika melalui Mahkamah Kehormatan Dewan. (Baca: Junimart: Sesuai Aturan, Novanto Tak Bisa Diberi Sanksi Ringan jika Bersalah)

Ia mengatakan, kasus ini tidak sekadar pelanggaran etik, melainkan kasus hukum. Oleh karena itu, lembaga penegak hukum diminta melakukan proses hukum terhadap Novanto dan Riza demi memenuhi rasa keadilan masyarakat.

"KPK, Kejagung dan Polri harus berani menggempur para mafia dan Nawacita gadungan dengan cara melanjutkan penyelidikan dan penyidikan kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden sampai ke akar-akarnya," kata Osman.

Pimpinan sementara KPK Taufiqurahman Ruki sebelumnya mengatakan, pihaknya terus mengikuti perkembangan kasus tersebut. (baca: KPK Cermati Sidang Kasus Setya Novanto di MKD)

KPK akan mencermati proses di Mahkamah Kehormatan Dewan untuk mengetahui bisa atau tidaknya mengusut kasus itu.

Adapun Kejaksaan Agung masih mengusut sangkaan permufakatan jahat. Jaksa Agung HM Prasetyo meyakini ada pelanggaran pidana terkait pertemuan antara Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid, dan bos PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin.

Meski demikian, Prasetyo ingin penetapan tersangka dalam kasus itu dilakukan saat bukti sudah cukup. (baca: Jaksa Agung Yakin Akan Ada Tersangka Kasus Pemufakatan Jahat)

Novanto berkali-kali sudah membantah semua tuduhan yang diarahkan kepadanya. Ia merasa tidak bersalah dan dizhalimi. (baca: Setya Novanto: Saya Tidak Bersalah, Dizalimi, Tahu-tahu Ada Penyadapan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Ingatkan BPKP untuk Cegah Penyimpangan, Bukan Cari Kesalahan

Jokowi Ingatkan BPKP untuk Cegah Penyimpangan, Bukan Cari Kesalahan

Nasional
Indonesia Jadi Tuan Rumah WWF 2024, Fahira Idris Paparkan Strategi Hadapi Tantangan SDA

Indonesia Jadi Tuan Rumah WWF 2024, Fahira Idris Paparkan Strategi Hadapi Tantangan SDA

Nasional
Asa PPP Tembus Parlemen Jalur MK di Ambang Sirna

Asa PPP Tembus Parlemen Jalur MK di Ambang Sirna

Nasional
Ingatkan BPKP Jangan Cari-cari Kesalahan, Jokowi: Hanya Akan Perlambat Pembangunan

Ingatkan BPKP Jangan Cari-cari Kesalahan, Jokowi: Hanya Akan Perlambat Pembangunan

Nasional
Ada Serangan Teroris di Malaysia, Densus 88 Aktif Monitor Pergerakan di Tanah Air

Ada Serangan Teroris di Malaysia, Densus 88 Aktif Monitor Pergerakan di Tanah Air

Nasional
Mahfud Blak-blakan Hubungannya dengan Megawati Semakin Dekat Sesudah Ditunjuk Jadi Cawapres

Mahfud Blak-blakan Hubungannya dengan Megawati Semakin Dekat Sesudah Ditunjuk Jadi Cawapres

Nasional
Mahfud Nilai Pemikiran Megawati Harus Diperhatikan jika Ingin Jadi Negara Maju

Mahfud Nilai Pemikiran Megawati Harus Diperhatikan jika Ingin Jadi Negara Maju

Nasional
Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Akui Langkah Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Polisi Gerus Reputasi Lembaga

KPK Akui Langkah Ghufron Laporkan Anggota Dewas ke Polisi Gerus Reputasi Lembaga

Nasional
Kasus Covid-19 Melonjak di Singapura, Anggota DPR: Kita Antisipasi

Kasus Covid-19 Melonjak di Singapura, Anggota DPR: Kita Antisipasi

Nasional
Mahfud Ungkap Hubungannya dengan Prabowo Selalu Baik, Sebelum atau Setelah Pilpres

Mahfud Ungkap Hubungannya dengan Prabowo Selalu Baik, Sebelum atau Setelah Pilpres

Nasional
Pesimistis KRIS BPJS Terlaksana karena Desain Anggaran Belum Jelas, Anggota DPR: Ini PR Besar Pemerintah

Pesimistis KRIS BPJS Terlaksana karena Desain Anggaran Belum Jelas, Anggota DPR: Ini PR Besar Pemerintah

Nasional
Soal RUU Kementerian Negara, Mahfud: Momentumnya Pancing Kecurigaan Hanya untuk Bagi-bagi Kue Politik

Soal RUU Kementerian Negara, Mahfud: Momentumnya Pancing Kecurigaan Hanya untuk Bagi-bagi Kue Politik

Nasional
Dampak Korupsi Tol MBZ Terungkap dalam Sidang, Kekuatan Jalan Layang Berkurang hingga 6 Persen

Dampak Korupsi Tol MBZ Terungkap dalam Sidang, Kekuatan Jalan Layang Berkurang hingga 6 Persen

Nasional
Mahfud MD Ungkap Kecemasannya soal Masa Depan Hukum di Indonesia

Mahfud MD Ungkap Kecemasannya soal Masa Depan Hukum di Indonesia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com