JAKARTA, KOMPAS.com — Staf Khusus Presiden Lenis Kogoya mengatakan bahwa penyanderaan dua warga negara Indonesia (WNI) di Papua Niugini merupakan akibat dari kurangnya kesadaran warga terhadap kerentanan keamanan di wilayah perbatasan negara. Lenis berharap masyarakat mendapatkan sosialisasi agar lebih waspada dan menjaga kegiatan berkebun sehingga tidak melewati batas negara.
"Itu memang ada kelompok-kelompok di atas sana. Warga kita memang enggak boleh tebang pohon, kesadaran masyarakat harus disadarkan. Ini harus sosialisasi warga di sekitar itu," ujar Lensi di Istana Kepresidenan, Jumat (18/9/2015).
Ia mengatakan bahwa dalam pembebasan dua WNI di Papua Niugini (PNG), upaya pendekatan tidak hanya dilakukan melalui operasi militer, tetapi juga berdasarkan penyelesaian adat. "Antarkepala suku sudah komunikasi baik antarkapolda, panglima. Antarpemerintah juga komunikasi antara militer di Papua Niugini jadi sudah nyambung. Penyelesaian adat," kata Ketua Lembaga Masyarakat Adat Papua itu.
Lenis enggan mengungkap motif penyanderaan itu. Dia membantah bahwa pelaku penyanderaan itu berkaitan dengan gerakan separatis. "Enggak. Mereka kembali, sudah aman toh?" ucap Lenis.
Pada Kamis (17/9/2015) malam kemarin, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi telah mendengar adanya kabar pembebasan kedua WNI tersebut. Namun, keduanya masih berada di dalam hutan bersama dengan militer PNG. Hari ini, kedua WNI bernama Badar dan Sudirman itu dibawa ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Vanimo, PNG. (Baca Pangdam Cendrawasih: Dua WNI yang Disandera di Papua Niugini Telah Dibebaskan)
"Saya sudah bicara dengan dua WNI itu. Mereka dalam kondisi sehat," ucap Retno seusai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jumat siang.
Kementerian Luar Negeri masih mendalami motif di balik penyanderaan itu. Namun, Retno mengaku sudah bisa mengindentifikasi pelaku penyanderaan itu. Pemerintah Indonesia bersama otoritas di PNG masih berkomunikasi untuk melakukan upaya-upaya lanjutan dalam mengusut kasus ini. "Perintah Presiden, diminta untuk segera mendalami kasus ini," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.