Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Jika Mantan Napi Menang Pilkada, Apa Benar Publik Mau Korupsi Diberantas?

Kompas.com - 04/08/2015, 13:09 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Pimpinan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi mengatakan, dalam beberapa waktu belakangan terjadi pergeseran mindset masyarakat mengenai kepala daerah yang berintegritas.

Menurut Johan, berdasarkan survei terkait pemilihan kepala daerah, publik tak lagi memandang integritas pejabat publik sebagai suatu hal yang penting. Bahkan, sebagian besar responden menyatakan politik uang boleh saja dilakukan.

"Publik anggap money politic hal yang biasa. Tidak apa-apa memilih kepala daerah dan menerima sesuatu untuk bisa memilih orang itu. Ada perubahan mindset yang tidak positif bagi pemberantasan korupsi," ujar Johan dalam diskusi di Jakarta, Selasa (4/8/2015).

Bahkan, kata Johan, beberapa mantan terpidana korupsi tanpa malu-malu kembali maju dalam Pilkada dan berkampanye besar-besaran. Menurut Johan, jika mantan terpidana itu kembali terpilih jadi kepala daerah, maka komitmen masyarakat dalam pemberantasan korupsi diragukan. (baca: Lewat Iklan di Koran, Mantan Napi Ungkapkan Niat Bertarung di Pilkada)

"Dia dipidana dalam posisi dia sebagai kepala daerah. Kalau dia menang, apa benar publik memang mau korupsi diberantas?" kata Johan.

Johan mengatakan, tren yang terlihat saat ini, sesorang sosok dipilih menjadi pejabat negara tidak lagi berdasarkan integritas orang tersebut. Bisa jadi orang tersebut dipilih karena besarnya biaya kampanye dan politik uang di dalamnya. (baca: Masyarakat Diminta Tak Pilih Mantan Napi sebagai Kepala Daerah)

"Bisa jadi karena berapa besar biaya kampanye yang dikeluarkan. Ini jadi worry, ada perubahan mindset yang luar biasa," kata Johan.

Sejumlah terpidana perkara korupsi yang baru dibebaskan kurang dari satu tahun lalu mendaftar untuk mengikuti Pilkada serentak yang akan digelar Desember 2015. Ini antara lain terjadi di Semarang, Jawa Tengah, dan Sulawesi Utara.

Mantan napi bisa maju dalam Pilkada setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi. MK juga menghapus penjelasan Pasal 7 huruf g dalam UU Pilkada yang memuat empat syarat bagi mantan narapidana agar bisa mencalonkan diri sebagai kepala daerah. 

Penjelasan Pasal 7 huruf g UU Pilkada berbunyi: "Persyaratan ini tidak berlaku bagi seseorang yang telah selesai menjalankan pidananya, terhitung lima tahun sebelum yang bersangkutan ditetapkan sebagai bakal calon dalam pemilihan jabatan publik yang dipilih (elected official) dan yang bersangkutan mengemukakan secara jujur dan terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang. Orang yang dipidana penjara karena alasan politik dikecualikan dari ketentuan ini."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Bersama TNI AL, Polisi dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Bersama TNI AL, Polisi dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Prabowo Ingin Berkumpul Rutin Bersama Para Mantan Presiden, Bahas Masalah Bangsa

Nasional
Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah Ke PSI, Berdampak Ke Perolehan Kursi DPRD

Hanura Sebut Suaranya di Manokwari Dipindah Ke PSI, Berdampak Ke Perolehan Kursi DPRD

Nasional
Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Gugat Hasil Pileg, Pengacara Gerindra Malah Keliru Minta MK Batalkan Permohonan

Nasional
Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Nasional
Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Nasional
Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Nasional
Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com