Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Biasanya Orang yang Keras dengan KPK Itu yang Bermasalah dengan KPK"

Kompas.com - 07/07/2015, 18:14 WIB
Dani Prabowo

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi, Abdullah Hehamahua, menilai, sejumlah pihak yang beberapa waktu terakhir selalu menyuarakan revisi UU KPK merupakan orang yang memiliki masalah dengan KPK. Mereka khawatir lembaga antikorupsi itu justru akan menjadi ancaman bagi mereka.

"Saya sudah delapan tahun di KPK. Biasanya, orang yang keras kepada KPK itu adalah orang-orang yang bermasalah dengan KPK," kata Abdullah saat diskusi bertajuk "Revisi UU KPK" di Kompleks Parlemen, Selasa (7/7/2015).

Ia mengatakan, KPK selama ini selalu bekerja efektif dalam memberantas tindak pidana korupsi. Kebanyakan tersangka yang ditetapkan KPK selalu berakhir di bui setelah menghadapi tindakan. Namun, ada pihak yang seakan tidak ingin praktik korupsi itu diberantas. Oleh karena itu, mereka berupaya melemahkan KPK.

"Korupsi itu peluang bisnis yang menjanjikan," ujarnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR (Baleg) Firman Subagyo menegaskan, selama ini DPR tidak pernah mengusulkan revisi UU KPK masuk ke dalam prolegnas prioritas 2015. Menurut dia, jika memang ada anggota ataupun komisi yang mengusulkan agar UU KPK masuk prolegnas prioritas, maka usulan itu pasti akan masuk ke Baleg.

Namun, ia mengatakan, ketika Baleg menggelar rapat kerja dengan pemerintah pada 16 Juni 2015, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengusulkan penambahan tiga RUU untuk masuk prolegnas prioritas. Ketiga RUU itu adalah RUU tentang Bea Meterai, RUU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan RUU KPK.

"Usulan penambahan ataupun permohonan pengalihan tersebut didasari atas pemikiran perkembangan kebutuhan hukum," ujarnya.

Semula, ia menambahkan, DPR hanya menyetujui RUU tentang Bea Meterai masuk ke dalam prolegnas prioritas. Namun, Menkumham kemudian memberikan alasan bahwa revisi UU KPK mendesak untuk dilakukan karena penerapan UU yang ada saat ini masih menimbulkan persoalan.

"Ada tiga hal yang perlu ditinjau kembali, terkait wewenang penyadapan agar tidak menimbulkan pelanggaran HAM, wewenang penuntutan yang perlu disinergikan dengan kejaksaan, dan perlunya pembentukan dewan pengawas," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com