Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minta Rekapitulasi Nasional Ditunda, Prabowo-Hatta Dinilai Lancarkan Strategi Hitam

Kompas.com - 19/07/2014, 22:23 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Permintaan tim pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa untuk menunda rekapitulasi suara pemilihan presiden secara nasional dinilai bagian dari strategi hitam untuk menghalau potensi kemenangan lawan yang sejauh ini sudah unggul. Permintaan tersebut juga dianggap tidak mengedepankan kepentingan bangsa.

"Usulan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat dan cenderung menghancurkan tataran proses yang tengah berlangsung. Selain tidak berdasar pada kepentingan bangsa secara terintegral, usulan tersebut adalah bagian dari strategi hitam menghalau potensi kemenangan lawan, yang sejauh ini sudah unggul," kata pengajar ilmu politik dan pemerintahan Universitas Padjajaran Muradi melalui siaran pers yang diterima, Sabtu (19/7/2014).

Muradi menilai, usulan penundaan justru menunjukkan jika kubu Prabowo-Hatta tidak siap menerima konsekuensi dari kontestasi pesta demokrasi. Permintaan penundaan tersebut juga dinilai sarat kepentingan.

Misalnya, kepentingan untuk menciptakan ketidakpastian politik, mengingat klimaks proses politik yang tengah berlangsung seharusnya terjadi saat pengumuman rekapitulasi nasional pilpres di KPU pada 22 Juli 2014 mendatang.

Selain itu, Muradi menilai bahwa permintaan penundaan rekapitulasi suara nasional berpotensi membuka manuver politik baru yang semakin memperkeruh suasana. Dia juga menilai usulan tersebut mengindikasikan adanya upaya untuk mengulur-ulur waktu agar publik jenuh sehingga tak lagi terjaga mengawal proses politik.

"Agar publik yang berintegrasi dalam bentuk relawan selama proses pilpres tersebut pada akhirnya mengalami fase kejenuhan, sehingga antusiasme tidak lagi terjaga dalam mengawal proses politik," sambung dia.

Sebelumnya, kubu Prabowo-Hatta meminta kepada KPU menunda rekapitulasi suara pemilu presiden di tingkat nasional. Alasannya, proses rekapitulasi di daerah-daerah masih bermasalah. (baca: Kubu Prabowo-Hatta Minta KPU Tunda Rekapitulasi Nasional)

Sesuai jadwal, rekapitulasi tingkat nasional akan dilakukan pada Minggu (20/7/2014) hingga Selasa (22/7/2014). Rencananya, KPU akan mengumumkan pemenang Pilpres pada 22 Juli.

Dalam UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pilpres, Pasal 158 ayat (1) disebutkan KPU menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan mengumumkan hasil Pilpres dalam sidang pleno terbuka yang dihadiri oleh Pasangan Calon dan Bawaslu.

Dalam ayat (2) disebutkan, Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak hari pemungutan suara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Nasional
Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Nasional
Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Nasional
Pejabat Pemerintah Dinilai Tak 'Gentle' Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Pejabat Pemerintah Dinilai Tak "Gentle" Tanggung Jawab Setelah PDN Diretas

Nasional
Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar 'Fun Run' hingga Konser di GBK Minggu Besok

Tutup Bulan Bung Karno, PDI-P Gelar "Fun Run" hingga Konser di GBK Minggu Besok

Nasional
Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Beri Sinyal Poros Ketiga di Pilkada Jakarta, PDI-P: Kami Poros Rakyat

Nasional
Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Kasus Ahli Waris Krama Yudha Jadi Momentum Reformasi Hukum Kepailitan dan PKPU di Indonesia

Nasional
Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Gaspol! Hari Ini: Di Balik Layar Pencalonan Anies Baswedan-Sohibul Iman

Nasional
PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

PAN Pertimbangkan Kaesang jika Ridwan Kamil Tak Maju di Pilkada DKI

Nasional
PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

Nasional
38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

Nasional
PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

Nasional
Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung 'Cawe-cawe' Jokowi?

Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung "Cawe-cawe" Jokowi?

Nasional
Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com