"Satu atau dua hari ini Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum) akan dilaporkan juga. Bawaslu dianggap bermasalah karena sekurang-kurangnya dua hal yang kami anggap melanggar kode etik penyelenggara pemilu," ujar anggota Forum Pascasarjana Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (Forpas HTN UI), Said Salahudin, di sela-sela pendaftaran pelaporan di Gedung Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (6/11/2013).
Ia mengatakan, Bawaslu diduga melanggar kode etik penyelenggara pemilu karena menyetujui keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menetapkan daftar pemilih tetap (DPT). Padahal, menurut dia, langkah KPU itu melanggar hukum.
"KPU menetapkan DPT pada 4 November lalu, Bawaslu justru menyetujui. Ketika dia menyetujui suatu keputusan KPU yang sesuai undang-undang, maka dia (Bawaslu) juga turut bersalah atas hal ini," kata dia.
Hal lainnya, lanjutnya, Bawaslu tidak melakukan tugas pengawasan pemilu secara profesional. Lantaran, kata Said, Bawaslu mengklaim mengaku mempunyai temuan terkait daftar pemilih bermasalah. Akan tetapi, menurut dia, Bawaslu tidak kunjung memberikan data yang dimaksud untuk dapat ditindaklanjuti KPU.
"Dia (Bawaslu) bertugas dalam proses penetapan DPT ini tidak profesional. Jika dia mengatakan punya data, dia tidak mampu menghadirkannya ada KPU," katanya.
KPU akhirnya mengesahkan DPT yang mencatat sejumlah 186.612.255 pemilih, Senin (4/11/2013). Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, KPU menetapkan DPT sejumlah 186.612.255 pemilih dengan segala konsekuensi harus dilakukan perubahan-perubahan perbaikan, penyempurnaan atas 10,4 juta data yang belum dilengkapi nomor induk kependudukan (NIK).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.