Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemimpin yang Melampaui Bahasa ...

Kompas.com - 08/10/2013, 17:44 WIB


Merayakan Hari Kemerdekaan Ke-68 Republik Indonesia, Desk Opini ”Kompas” bersama Lingkar Muda Indonesia (LMI) pada Kamis, 12 September 2013, menyelenggarakan Diskusi Panel Seri Kedua 2013 di Bentara Budaya Jakarta.

Dengan tema ”Pemimpin yang Menyelesaikan Masalah”, diskusi menampilkan pembicara Syamsuddin Haris (peneliti senior pada Pusat Penelitian Politik LIPI), Acep Iwan Saidi (Ketua Forum Studi Kebudayaan, Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB), Rimawan Pradiptyo (peneliti pada Penelitian dan Pelatihan Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM), dan Luky Djuniardi Djani (peneliti pada Institute for Strategic Analysis).

Hasil diskusi dirangkum Febri Diansyah dan Donal Fariz dari LMI serta wartawan ”Kompas” Salomo Simanungkalit, diturunkan pada halaman 6 dan 7 hari ini.

***

Sebagai episentrum, demokrasi membuat kita melakukan hal positif, tetapi juga melantaskan hal negatif. Demokrasi jadi penegasan untuk kebenaran sekaligus alibi, tempat bersembunyi.

Demokrasi adalah sistem pemerintahan berbasis rakyat. Fakta teoretis ini tak selamanya berjalan sesuai dengan praktiknya. Kuasa rakyat tak pernah dapat bermakna sesuai dengan yang diharapkan sistem itu sendiri. Ia selalu berada dalam bayang-bayang pemilik kuasa institusi negara dan terpolitisasi.

Dalam kasus Indonesia saat ini, satu-satunya yang tersisa pada rakyat adalah bahasa. Pelaksanaan demokrasi yang melenceng masih menyediakan ruang luas kepada rakyat berbicara, berserikat. Di sinilah titik ideologi demokrasi dalam hidup bernegara itu. Yang diidealkan di dalam demokrasi itu adalah bahasa.

Pengidealan bahasa dalam demokrasi adalah pembebasan bahasa sebagai sistem, language, menjadi ekspresi keseharian, parole, yang memberi ruang ujaran individu secara luar biasa. Ujaran-ujaran itu lalu saling terhubungkan dan menjadi suatu wacana.

Kita tahu kemudian, wacana yang berkembang dangkal, pada lapisan luar belaka. Demokrasi menjadi sihir: menarik semua orang berbicara, berserikat. Di sini demokrasi menemukan titik lincahnya sebab mampu melegitimasi segala yang bebas seolah-olah bermakna positif.

Tiga faktor

Ada tiga faktor yang membuat demokrasi kita bergulir cepat. Pertama, seperti dikatakan Mohammad Hatta, ketika keluar dari represi yang demikian kuat, seseorang atau sekelompok masyarakat akan melesat mencapai kebebasan itu, bahkan sampai pada titik liar. Kita sedang menyaksikannya hari-hari ini.

Kedua, naluri purba kita adalah berbicara. Semua manusia modern turunan tradisi lisan, tetapi keterlambatan sejarah membuat kita melenggang perlahan- lahan, hanya berputar-putar dalam tradisi leluhur itu. Kita sulit masuk ke ruang reflektif dunia membaca dan menulis dalam pengertian modern. Cara membaca dan menulis kita masih ”lisan”.

Situasi itu gayung bersambut dengan demokrasi yang memberi keleluasaan berbicara. Jika tradisi berbicara di masa lalu masih berhadapan dengan tabu tertentu, demokrasi justru menggugurkan tabu itu. Kita memasuki situasi tuturan yang overdosis, hiperoralitas,

Ketiga, kemajuan teknologi informasi ternyata melebarkan ruang bagi berkembangnya hiperoralitas. Jika radio dan TV menandai munculnya masyarakat lisan tingkat kedua, kini kita berada pada kelisanan tingkat ketiga yang dimotivasi teknologi komputer. Dalam masyarakat lisan tingkat kedua, khalayak cenderung pasif mendengar atau menonton perbincangan di radio atau TV. Dalam masyarakat lisan tingkat ketiga, khalayak terlibat aktif dan total berbincang.

Kelisanan tingkat ketiga menandai berpindahnya secara masif situs masyarakat di kota-kota besar: dari situs socious ke situs virtual. Terjadi bedol desa dari masyarakat yang menetap di
suatu ruang-waktu statis (sosiologis) yang cenderung bertahan lama ke ruang-waktu dinamis yang liar dan amat sementara, hanya dibatasi log in dan log out komputer.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Fahira Idris: Jika Ingin Indonesia Jadi Negara Maju, Kuatkan Industri Buku

Nasional
Waspada MERS-CoV, Jemaah Haji Indonesia Diminta Melapor Jika Alami Demam Tinggi

Waspada MERS-CoV, Jemaah Haji Indonesia Diminta Melapor Jika Alami Demam Tinggi

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Datangi Rumah Airlangga, Klaim Sudah Didukung Golkar Maju Pilkada Jatim

Khofifah-Emil Dardak Datangi Rumah Airlangga, Klaim Sudah Didukung Golkar Maju Pilkada Jatim

Nasional
Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

Kemenag Ingatkan Jemaah Haji Dilarang Bentangkan Spanduk dan Bendera di Arab Saudi

Nasional
Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

Nasional
Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

Nasional
DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com