SELAMA lima tahun terakhir, modernisasi Tentara Nasional Indonesia (TNI) telah difokuskan pada pengadaan alutsista dan material.
Meskipun persenjataan sangat penting untung mengembangkan postur pertahanan negara, kita tidak boleh melupakan bahwa ekosistem pertahanan yang kuat juga bergantung pada pengembangan industri pertahanan dalam negeri.
Industri pertahanan Indonesia harus mampu tidak hanya memelihara peralatan, tetapi juga berinovasi untuk menjawab tantangan dan memenuhi kebutuhan aparat keamanan dan pertahanan.
Faktanya, Indonesia telah menetapkan bahwa pengadaan alutsista harus disertai kewajiban pemasok melalui UU No. 16 tahun 2012 tentang industri pertahanan.
Undang-undang ini mengharuskan akuisisi senjata dan peralatan harus didukung oleh offset, transfer teknologi, dan local content.
Dengan kata lain, sebagian besar pengadaan senjata harus memberikan manfaat bagi Indonesia dan industrinya.
Konsekuensi utama dari peraturan tersebut adalah bahwa industri pertahanan dalam negeri harus mampu menyediakan peralatan yang diproduksi dan diperoleh secara lokal, serta mampu bersaing di tingkat regional dan global.
Patut dicatat bahwa saat ini, sebagian besar BUMN yang paling diuntungkan dari skema tersebut adalah BUMN pertahanan – yang mencakup perusahaan-perusahaan papan atas seperti PT Pindad, PT Dirgantara Indonesia, PT PAL Indonesia, PT LEN atau PT Dahana.
Mereka berada pada posisi terbaik untuk menerima transfer teknologi dan memproduksi local content karena beberapa alasan.
Pertama, mereka mendapat dukungan dan suntikan modal dari pemerintah bila diperlukan. Dalam pandangan ini, perusahaan-perusahaan ini lebih siap secara ekonomi dan keuangan untuk melanjutkan proyek-proyek tersebut.
Salah satu contohnya adalah PT Dirgantara Indonesia yang sudah bertahun-tahun mampu memproduksi pesawat sayap tetap dan sayap putar.
Saat ini, Casa CN.235 dan helikopter seperti Caracal yang digunakan TNI diproduksi oleh PT Dirgantara Indonesia di pabriknya di Bandung.
Sementara itu, PT PAL akan mendapatkan manfaat penuh dari transfer teknologi dari perusahaan Perancis Naval Group untuk membangun dua kapal selam Scorpene.
Dengan demikian, PT PAL akan menjadi satu-satunya galangan kapal di Asia Tenggara yang menguasai pembangunan kapal selam, serta mampu bersaing dengan negara-negara lain di Indo Pasifik seperti India, Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan di sektor ini.
Meskipun BUMN pertahanan benar-benar merasakan manfaat dari modernisasi yang terjadi saat ini, perlu diingat bahwa membangun ekosistem industri pertahanan tidak dapat dilakukan hanya dengan mengandalkan mereka saja, tetapi juga melibatkan pihak swasta.