JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebutkan, surat perintah penyitaan yang digunakan penyidik saat menyita ponsel Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto sudah benar.
Surat perintah penyitaan itu dipersoalkan pihak Hasto karena bertanggal 23 April 2024. Sementara, penyitaan dilakukan pada 10 Juni 2024.
Alex mengatakan, surat perintah penyitaan itu masih terkait dengan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan eks kader PDI-P Harun Masiku.
Baca juga: Tirukan Bentakan Penyidik KPK, Staf Hasto: Sudah, Kamu Diam Saja!
“Ya ada saja kan, surat penyitaan dan penggeledahan dulu kita terbitkan waktu sprindik ya anggota KPU ya,” kata Alex saat ditemui di KPK, Rabu (13/6/2024).
Dalam Sprindik itu, terdapat perintah agar penyidik melakukan penggeledahan dan penyitaan.
Sprindik, kata Alex, disertai dengan perintah upaya paksa penggeledahan dan penyitaan.
Menurut Alex, perbedaan tanggal itu tidak menjadi persoalan.
“Ya kan (Sprindik) enggak pernah kita cabut,” ujarnya.
Sebelumnya, Hasto memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi dugaan suap Harun Masiku pada Senin (10/6/2024).
Hasto mengaku diperiksa penyidik sekitar empat jam. Namun, ia hanya menghadapi penyidik selama satu jam setengah.
Menurut Hasto, pemeriksaan itu belum memasuki pokok perkara. Ia juga menyampaikan protes kepada penyidik karena tidak didampingi pengacara.
“Karena di tengah-tengah itu kemudian staff saya yang namanya Kusnadi itu dipanggil katanya untuk bertemu dengan saya tetapi kemudian tasnya dan handphonenya atas nama saya itu disita,” ujar Hasto.
Baca juga: Terkait Penyitaan dalam Kasus Hasto oleh KPK, PDI-P Minta Komnas HAM Panggil Kapolri
“Sehingga kemudian kami tadi berdebat,” tutur Hasto.
Kasus suap Harun Masiku berawal saat tim KPK menggelar operasi tangkap tangan pada 8 Januari 2020.
Harun merupakan mantan kader PDI-P yang sempat mengikuti Pemilihan Calon Anggota Legislatif (Pileg) pada 2019 lalu.