Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Budiman Tanuredjo
Wartawan Senior

Wartawan

MA Telah “Berfatwa”, Siapa Memanfaatkan?

Kompas.com - 01/06/2024, 06:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

... Cukup sekali aku merasa
Kegagalan cinta
Takkan terulang kedua kali
Di dalam hidupku...

LIRIK lagu “Kegagalan Cinta” karya Rhoma Irama terngiang di telinga kebisingan politik atas isu Uang Kuliah Tunggal (UKT), isu Vina, isu penguntitan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus oleh Densus 88, isu Tapera. Tiba-tiba publik dikejutkan kabar dari Mahkamah Agung.

Bergerak senyap dan rahasia, dalam waktu tiga hari, MA meminta KPU mengubah Peraturan KPU No 9/2020 tentang aturan tahapan pencalonan kepala daerah. Hebohlah republik.

Rasanya petikan lagu itu pas dengan suasana kebatinan bangsa ini (tentunya bagi yang bisa merasakannya). Seperti dalam lirik itu, “cukup sekali aku merasa kegagalan cinta”.

Sebagian dari publik masih belum lupa ketika Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah pasal dalam UU Pemilu soal syarat umur menjadi calon presiden dan calon wapres.

Kesepakatan politik DPR dan Pemerintah menetapkan calon presiden dan calon wapres adalah 40 tahun.

Pasal itu diuji materi dan MK mengabulkan calon presiden dan calon wapres bisa di bawah 40 tahun asal pernah atau sedang menjabat suatu jabatan yang dipilih melalui Pemilu.

Akibat putusan itu, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka yang belum 40 tahun, memenuhi syarat menjadi calon wapres dan kemudian terpilih sebagai wakil presiden.

Sebagian publik yang masih komit dan cinta pada prinsip negara hukum, negara demokrasi, merasa galau. Putusan MK itu membuat publik merasakan kegagalan cinta pada ide negara hukum.

Putusan MK telah membuat prinsip negara hukum (Rechtstaat) goyah dan menjadi negara kekuasaan (Machstaat). Hukum atau aturan disesuaikan mengikuti kepentingan pihak yang berkuasa. Hukum akan menyesuaikan dengan selera penguasa.

Bangsa ini tampak sedang berada di simpang jalan. Antara demokrasi atau otoritarian? Antara negara hukum dan negara kekuasaan?

Saya sempat bertanya pada salah seorang hakim terpandang. Ia mengatakan, “Saya tidak paham, mas. Yang jelas negara hukum ini makin tak jelas arahnya atau makin jelas menuju kehancuran.”

Hakim lain mengatakan, cara berpikir seorang hakim kadang mengambil posisi putusan dahulu. Setelah putusan diambil, alasan baru akan dicari, pertimbangan bisa dicari.”

Belum pulih luka publik atas perusakan terhadap prinsip negara hukum oleh Mahkamah Konstitusi, pola yang sama kini diikuti oleh Mahkamah Agung.

Tiga hakim agung Julius, Cerah Bangun, dan Yodi Martono Wahyunadi dalam waktu tiga hari meminta Komisi Pemilihan Umum mengubah aturan soal syarat usia calon gubernur.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

PDI-P Buka Peluang Usung Anies Baswedan, tapi Tunggu Restu Megawati

Nasional
38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

38 DPW PAN Dukung Zulhas untuk jadi Ketum Lagi

Nasional
PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

PKS Usung Duet Anies-Sohibul, PDI-P Utamakan Kader Sendiri

Nasional
Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung 'Cawe-cawe' Jokowi?

Waketum Nasdem: Kalau Parpol Punya Prinsip, Kenapa Tergantung "Cawe-cawe" Jokowi?

Nasional
Pengendara Motor Tewas Akibat Tabrak Separator Busway di Kebon Jeruk

Pengendara Motor Tewas Akibat Tabrak Separator Busway di Kebon Jeruk

Nasional
Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Ajak Hidup Sehat, Bank Mandiri Gelar Program Bakti Kesehatan untuk Abdi Dalem Keraton Ngayogyakarta

Nasional
Kisah VoB: Pernah DO, Manggung di Glastonbury, dan Kritiknya ke Dunia Pendidikan Kita

Kisah VoB: Pernah DO, Manggung di Glastonbury, dan Kritiknya ke Dunia Pendidikan Kita

Nasional
Soal Peluang Nasdem Dukung Anies di Jakarta, Ahmad Ali: Hanya Allah dan Surya Paloh yang Tahu

Soal Peluang Nasdem Dukung Anies di Jakarta, Ahmad Ali: Hanya Allah dan Surya Paloh yang Tahu

Nasional
Safenet: Kalau 'Gentleman', Budi Arie Harusnya Mundur

Safenet: Kalau "Gentleman", Budi Arie Harusnya Mundur

Nasional
Kemenag: Jumlah Jemaah Haji Wafat Capai 316 Orang

Kemenag: Jumlah Jemaah Haji Wafat Capai 316 Orang

Nasional
Haji, Negara, dan Partisipasi Publik

Haji, Negara, dan Partisipasi Publik

Nasional
Tak Percaya Jokowi Sodorkan Kaesang ke Sejumlah Parpol untuk Pilkada DKI, Zulhas: Kapan Ketemunya? Tahu dari Mana?

Tak Percaya Jokowi Sodorkan Kaesang ke Sejumlah Parpol untuk Pilkada DKI, Zulhas: Kapan Ketemunya? Tahu dari Mana?

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Sedang Haid Tidak Wajib Ikuti Tawaf Wada'

Kemenag: Jemaah Haji Sedang Haid Tidak Wajib Ikuti Tawaf Wada'

Nasional
Safenet: Petisi Tuntut Menkominfo Mundur Murni karena Kinerja, Bukan Politik

Safenet: Petisi Tuntut Menkominfo Mundur Murni karena Kinerja, Bukan Politik

Nasional
Pakar: PDN Selevel Amazon, tapi Administrasinya Selevel Warnet

Pakar: PDN Selevel Amazon, tapi Administrasinya Selevel Warnet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com