Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Pihak jadi Amicus Curiae MK, Pakar Sebut karena Masyarakat Alami Ketidakadilan

Kompas.com - 18/04/2024, 19:27 WIB
Ardito Ramadhan,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai, banyaknya pihak yang mengajukan diri sebagai amicus curiae dalam sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 menunjukkan banyak ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat pada Pilpres 2024.

"Fenomena banyaknya amicus ini menandakan memang pilpres kali ini bobotnya demikian luar besar, bobot dalam hal ketidakadilan yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat," kata Bivitri kepada Kompas.com, Kamis (18/4/2024).

Oleh karena banyak ketidakadilan, Bivitri menilai, masyarakat akhinya merasa perlu memberi masukan kepada hakim secara formal dengan mengajukan diri sebagai amicus curiae, bukan sekadar berunjuk rasa.

Baca juga: Ketum Projo Nilai Amicus Curiae Tak Akan Pengaruhi Putusan Sengketa Pilpres di MK

Bivitri pun berharap, hakim MK dapat mempertimbangkan amicus curiae yang diajukan banyak elemen masyarakat meski tidak termasuk sebagai alat bukti.

Bivitri mengatakan, Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa hakim harus memperhatikan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, salah satunya dengan mempertimbangkan amicus curiae yang diterima.

"Hakim itu harus memperhatikan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, nah menurut saya salah satu caranya dengan atau melalui amicus ini, jadi sebenarnya kalau dibilang tidak perlu diperhatikan saya enggak setuju," kata Bivitri.

Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara Sebut Amicus Curiae Bukan Alat Bukti, tapi Bisa jadi Pertimbangan Hakim

Bivitri menyebutkan, amicus curiae memang tidak diatur sebagai alat bukti dalam peraturan MK terkait sengketa hasil pilpres, tapi dapat menjadi pertimbangan hakim dalam memutus karena proses persidangan yang singkat.

Ia menuturkan, amicus curiae juga sudah dijadikan pertimbangan oleh hakim di beberapa negara, termasuk di Indonesia pada sejumlah perkara pidana seperti kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama dan kasus pencemaran nama baik, Haris Azhar-Fatia Maulidiyanti.

"Saya mau mengapresiasi justru yang mau mengakui praktik di negara-negara lain dan juga praktik hukum di Indonesia yang sudah sering terjadi untuk dipraktikan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum pilpres ini mengingat keterbatasan hakim dalam menggali semua masukan," ujar Bivitri.

Baca juga: Sindir Kubu Prabowo, Pakar: Amicus Curiae Bukan Kuat-Kuatan Massa

Hingga Rabu (17/4/2024) kemarin, MK mencatat jumlah amicus curiae atau sahabat peradilan untuk sengketa Pilpres 2024 yang diterima sudah mencapai 17 surat.

Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan, jumlah tersebut masih dapat terus bertambah.

Untuk diketahui, amicus curiae adalah praktik hukum yang memungkinkan pihak lain di luar pihak beperkara untuk terlibat dalam peradilan.

Dalam bahasa Indonesia, amicus curiae lebih dikenal sebagai sahabat pengadilan atau friends of court.

Pendapat dari amicus curiae itu nantinya dapat digunakan untuk memperkuat analisis hukum dan menjadi bahan pertimbangan hakim.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik 'Cicak Vs Buaya Jilid 2'

Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik "Cicak Vs Buaya Jilid 2"

Nasional
JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

Nasional
Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Nasional
Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Nasional
PT Telkom Sebut Dugaan Korupsi yang Diusut KPK Berawal dari Audit Internal Perusahaan

PT Telkom Sebut Dugaan Korupsi yang Diusut KPK Berawal dari Audit Internal Perusahaan

Nasional
Solusi Wapres Atasi Kuliah Mahal: Ditanggung Pemerintah, Mahasiswa dan Kampus

Solusi Wapres Atasi Kuliah Mahal: Ditanggung Pemerintah, Mahasiswa dan Kampus

Nasional
Ketua KPU Bantah Dugaan Asusila dengan Anggota PPLN

Ketua KPU Bantah Dugaan Asusila dengan Anggota PPLN

Nasional
Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

Nasional
DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

Nasional
Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

Nasional
Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

Nasional
KPK Geledah Kantor PT Telkom dan 6 Rumah, Amankan Dokumen dan Alat Elektronik

KPK Geledah Kantor PT Telkom dan 6 Rumah, Amankan Dokumen dan Alat Elektronik

Nasional
Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

Nasional
KPK Gelar 'Roadshow' Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

KPK Gelar "Roadshow" Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

Nasional
Bobby ke Gerindra padahal Sempat Bilang 'Insya Allah' Gabung Golkar, Mekeng: 'Nothing Special'

Bobby ke Gerindra padahal Sempat Bilang "Insya Allah" Gabung Golkar, Mekeng: "Nothing Special"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com