Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Empat Menteri Bersaksi soal Politisasi Bansos di Sidang MK, Akankah "Cawe-cawe" Jokowi Terbukti?

Kompas.com - 06/04/2024, 11:41 WIB
Fika Nurul Ulya,
Abdul Haris Maulana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dugaan politisasi bantuan sosial (bansos) yang digulirkan pada masa kampanye coba dibuktikan Mahkamah Konstitusi (MK) lewat kesaksian empat orang Menteri Kabinet Indonesia Maju dalam sidang sengketa Pilpres 2024 pada Jumat (5/4/2024).

Kesaksian para menteri bakal digunakan MK untuk memutus dan membuktikan dalil pemohon, kubu capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, serta capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Sidang dengan kesaksian empat orang menteri ini berjalan sejak pukul 08.00 WIB hingga sekitar 14.00 WIB. Sejumlah hakim konstitusi pun mencoba mendalami lewat beberapa pertanyaan kepada para menteri terkait.

Baca juga: Di Sidang MK, Menko PMK Sebut Bansos Penting untuk Jaga Daya Beli Masyarakat Miskin

Para hakim bertanya untuk mendalami kepada para menteri yang dihadirkan dalam sidang mengenai sumber anggaran kegiatan kunjungan kerja presiden.

"Kira-kira ini alokasi dana yang dibawa untuk kunjungan-kunjungan Presiden itu yang dari mana saja? Pak Menko dan Ibu Menteri, ini satu yang terkait langsung dengan permohonan yang diajukan kedua pemohon," ujar hakim Konstitusi Saldi Isra dalam sidang sengketa Pilpres di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (5/4/2024).

Anggaran bansos beras bukan bagian perlinsos

Dalam sidang itu, didalami terkait pembagian bansos beras oleh Presiden Joko Widodo. Kepala Negara diketahui beberapa kali melakukan kunjungan kerja ke beberapa wilayah, didominasi oleh Jawa Tengah, dengan memberikan bansos beras.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, anggaran bansos beras 10 kilogram tidak masuk dalam anggaran perlindungan sosial (perlinsos) yang sebelumnya sudah disetujui pemerintah dan DPR RI dalam penyusunan APBN.

Bansos beras yang dibagikan Presiden selama enam bulan tersebut dianggap sebagai bagian dalam fungsi ekonomi untuk penguatan ketahanan dan stabilitas harga pangan.

Penyalurannya pun dilakukan oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas), bukan Kementerian Sosial (Kemensos).

Program yang diajukan Bapanas diperlukan review dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebelum pencairan alokasi bantuan pangan. Tujuannya, untuk menjamin akuntabilitas dari permohonan yang diajukan.

Baca juga: Bansos Dikaitkan dengan Pemilu, Menko PMK Tegaskan Direncanakan sejak Awal untuk Cegah Kemiskinan

"Penyaluran bantuan pangan yang dilakukan melalui Bapanas bukan merupakan bagian dari perlindungan sosial, namun ditujukan untuk penguatan ketahanan pangan dan stabilitas harga pangan. Di dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) ini masuk fungsi ekonomi, bukan fungsi perlinsos (perlindungan sosial)," kata Sri Mulyani.

Bendahara negara ini berujar, pada 2023, Bapanas diberi anggaran Rp 10,2 triliun. Total bantuan pangan yang disampaikan mencapai 21,53 juta keluarga penerima manfaat melalui Perum Bulog pada September-November 2023.

Sementara itu, pada 2024, Sri Mulyani menyatakan anggaran Bapanas justru merosot 30 persen dibandingkan 2023. Badan tersebut hanya dianggarkan dana Rp 6,71 triliun pada 2024.

Senada dengan itu, Menteri Sosial Tri Rismaharini menyatakan anggarannya turun sekitar Rp 8 triliun pada 2024. Penurunan anggaran disebabkan karena tidak dianggarkannya lagi bantuan langsung tunai (BLT) El Nino sebagai anggaran perlindungan sosial dalam kementeriannya.

BPT El Nino ini digulirkan pada 2023 dengan anggaran sebesar Rp 7,5 triliun. Bantuan ini dianggarkan setelah Komisi VIII DPR RI memberikan persetujuan melalui sidang per November 2023.

Halaman:


Terkini Lainnya

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

Nasional
Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Nasional
PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

Nasional
SYL Klaim Tak Pernah 'Cawe-cawe' soal Teknis Perjalanan Dinas

SYL Klaim Tak Pernah "Cawe-cawe" soal Teknis Perjalanan Dinas

Nasional
Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Nasional
Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Nasional
Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Nasional
Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Anies dan Sudirman Said Sama-sama Ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Nasional
Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Nasional
Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Nasional
Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Nasional
Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis 'Mercy'

Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis "Mercy"

Nasional
26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com