Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengabdi 31 Tahun di MA jadi Alasan Hakim Vonis Hasbi Hasan Lebih Rendah dari Tuntutan

Kompas.com - 03/04/2024, 15:45 WIB
Irfan Kamil,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat berpandangan, pengabdian puluhan tahun di Mahkamah Agung (MA) layak dipertimbangkan sebagai alasan meringankan hukuman Hasbi Hasan.

Hasbi Hasan divonis enam tahun penjara setelah dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum telah menerima suap penanganan perkara kasasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana yang tengah bergulir di MA.

Hukuman ini lebih rendah daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang meminta menuntut majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman selama 13 tahun delapan bulan penjara terhadap Sekretaris MA itu.

Baca juga: KPK Duga Sekretaris Nonaktif MA Hasbi Hasan Sering Temui Pihak Beperkara

"Majelis hakim perlu mempertimbangkan masa pengabdian terdakwa kepada negara di lembaga Mahkamah Agung RI yang lebih kurang 31 tahun lamanya, dan selama pengabdian tersebut terdakwa tidak pernah melakukan perbuatan tercela ataupun tidak pernah dikenakan tindakan indisipliner apalagi melanggar hukum," papar Ketua majelis hakim Toni Irfan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (3/4/2024).

"Selama menjabat sebagai pejabat struktural telah banyak kontribusi dan prestasi yang telah terdakwa torehkan atau sumbangkan kepada lembaga Mahkamah Agung," kata hakim.

Dengan pertimbangan tersebut, majelis hakim tidak sepakat dengan jaksa Komisi Antirasuah yang meminta Hasbi Hasan dihukum dengan pidana 13 tahun dan delapan bulan penjara atas kasus suap pengurusan perkara dan penerimaan gratifikasi di lingkungan MA.

Baca juga: Sekretaris Nonaktif MA Hasbi Hasan Divonis 6 Tahun Penjara

Selain itu, keadaan meringankan atas putusan ini di antaranya adalah Hasbi belum pernah dihukum, memiliki tanggung jawab terhadap keluarga, dan bersikap sopan di persidangan.

Sementara itu, keadaan memberatkan hukuman Sekretaris MA itu adalah perbuatan Hasbi tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Perbuatan Hasbi juga dinilai telah merusak kepercayaan masyarakat terhadap MA RI.

“Terdakwa sebagai orang yang menghendaki keuntungan dari tindak pidana,” ungkap hakim Toni Irfan.

Dalam perkara ini, Hasbi dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: Sekretaris Nonaktif MA Hasbi Hasan Jalani Sidang Vonis Kasus Jual Beli Perkara Hari Ini

Selain pidana badan, Hasbi juga dituntut pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider enam bulan kurungan. Serta, membayar uang pengganti sebesar Rp 3,88 miliar subsider satu tahun penjara.

Berdasarkan fakta persidangan, Hasbi Hasan disebut menerima jatah Rp 3,2 miliar untuk mengkondisikan perkara kasasi KSP Intidana.

Suap diberikan oleh pengusaha sekaligus debitur KSP Intidana yang sedang berperkara di MA, Heryanto Tanaka melalui perantara mantan Komisaris Independen Wika Beton, Dadan Tri Yudianto.

Dari Tanaka, Dadan menerima uang Rp 11,2 miliar dalam tujuh kali transfer.

Kemudian, Dadan Tri disebut dikenalkan dengan Hasbi Hasan oleh istrinya, Riris Riska Diana pada tahun 2022.

Baca juga: Kasus TPPU Hasbi Hasan, KPK Panggil Kepala Biro Umum Mahkamah Agung

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Nasional
Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Nasional
Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Nasional
Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

Nasional
Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Nasional
Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Nasional
Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat 'Geo Crybernetic'

Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat "Geo Crybernetic"

Nasional
Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

Nasional
Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Nasional
PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

Nasional
SYL Klaim Tak Pernah 'Cawe-cawe' soal Teknis Perjalanan Dinas

SYL Klaim Tak Pernah "Cawe-cawe" soal Teknis Perjalanan Dinas

Nasional
Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com