JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, menyebut bahwa keterangan Franz Magnis Suseno yang dihadirkan kubu Ganjar-Mahfud dalam sidang sengketa Pilpres 2024 bernada judgemental atau menghakimi.
"Sangat disayangkan ada beberapa judgement (bahwa) presiden melanggar ini, melanggar ini, kejahatan, yang saya kira tidak dalam posisi seperti itu seorang saksi dihadirkan," ucap Yusril kepada wartawan, Selasa (2/4/2024).
Yusril mengaku mempunyai ekspektasi bahwa pria yang sering disapa Romo Magnis itu bakal melontarkan pendapat-pendapat yang bersifat filosofis dan akademis.
Baca juga: Tanggapi Romo Magnis, Hotman Paris: Presiden Tak Pernah Bagikan Bansos di Luar Data
"Kita menghormati beliau sebagai filsuf dan sekaligus beliau adalah seorang pastur Katolik yang memberikan suatu pendapat yang sebenarnya normatif dan filosofis sebenarnya. Itu yang kita harapkan sebenarnya," jelas dia.
"Tapi, semuanya kami serahkan kepada majelis hakim," tambah Yusril.
Ia juga menyoroti bahwa pendapat dosennya ketika menempuh studi filsafat di Fakultas Sastra Universitas Indonesia (UI) tidak tepat ketika membahas soal etika di balik pencalonan Gibran Rakabuming Raka.
Pencalonan Gibran terbuka pintunya ketika MK, saat itu masih dipimpin paman Gibran, Anwar Usman, menerbitkan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang melonggarkan syarat usia minimum capres-cawapres.
Baca juga: Di Sidang MK, Romo Magnis Sebut Presiden Langgar Etik Berat jika Kerahkan Aparat Menangkan Capres
Yusril mengakui bahwa putusan itu memang bermasalah secara etika.
Hal itu dibuktikan dengan dicopotnya Anwar oleh Majelis Kehormatan MK atas vonis pelanggaran etika berat, putusan itu diuji kembali berulang-ulang ke Mahkamah, dan para komisioner KPU RI pun dinyatakan melanggar etika oleh DKPP terkait tindak lanjut keputusan tersebut.
Bagi Yusril, yang juga guru besar UI itu, masalah etik itu berkaitan dengan etika dalam pengertian code of conduct atau kode etik profesi.
Kode etik profesi ini merupakan amanat undang-undang. Yusril menjelaskan, hal itu berbeda dengan etika dalam pengertian filsafat moral yang kedudukannya lebih tinggi dari hukum sebagaimana dipaparkan oleh Romo Magnis.
Baca juga: Romo Magnis Sebut Presiden Mirip Mafia jika Gunakan Kekuasaan untuk Untungkan Pihak Tertentu
Oleh karena itu, menurutnya, pelanggaran etika di balik Putusan 90 tersebut tidak dapat menjadi dasar membatalkan kepastian hukum.
"Putusan Pak Gibran adalah sah, itu adalah putusan hukum. Ini putusan kode etik, bukan ethical norms filsafat yang lebih tinggi kedudukannya dari norma hukum," pungkas Yusril.
Sebelumnya diberitakan, Guru Besar Filsafat STF Driyarkara, Franz Magnis Suseno, menyatakan bahwa seorang presiden tidak ubahnya seperti pemimpin organisasi mafia bila menggunakan kekuasaannya hanya untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Hal ini disampaikan Romo Magnis, sapaan akrabnya, saat dihadirkan sebagai ahli oleh kubu Ganjar Pranowo-Mahfud MD dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pilpres 2024 di MK, Selasa (2/4/2024).
Baca juga: Ganjar-Mahfud Ingin MK Hadirkan Kapolri, Yusril: Silakan, tetapi Tak Disumpah