Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril Kembali Klarifikasi Soal "Mahkamah Kalkulator" yang Dikutip Mahfud MD

Kompas.com - 28/03/2024, 16:34 WIB
Singgih Wiryono,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum capres-cawapres nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Yusril Ihza Mahendra menyampaikan klarifikasi pernyataannya terkait "Mahkamah Kalkulator" yang dikutip cawapres nomor urut 3 Mahfud MD dalam sidang sengketa pemilihan preisden 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut Yusril, pendapat yang dia ucapkan tahun 2014 tersebut sudah tak relevan karena merupakan pendapat lama sebelum berlakunya Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

"Maka tidaklah relevan Prof Mahfud mengutip pendapat Mahaguru HTN Prof Yusril Ihza Mahendra yang pernah mengatakan bahwa MK seyogyanya tidak menjadi sekadar Mahkamah Kalkulator," kata Yusril dalam sidang MK, Kamis (28/3/2024).

Yusril sebelumnya sempat memberikan klarifikasi kepada awak media terkait hal yang sama Rabu (27/3/2024) kemarin.

Baca juga: Respons Yusril Usai Pernyataan MK Jangan Jadi Mahkamah Kalkulator Dikutip Mahfud

Ia menilai, Mahfud MD sengaja mengutip pernyataannya yang lama itu agar memberikan pemahaman bahwa dia tidak mengerti perselisihan dan kewenangan MK.

Selain itu, Yusril menyebut pandangannya yang menyebut agar MK tak jadi "Mahkamah Kalkulator" memiliki kebenaran pada saat diucapkan dalam sengketa pemilu 2014.

Namun pendapat tersebut, saat ini tak berlaku karena dalam Undang-Undang yang baru sudah dijelaskan pembagian kewenangan untuk sengketa pemilu.

"Pendapat itu ada benarnya karena diucapkan pada tahun 2014, tiga tahun sebelum berlakunya UU 7/2017 tentang Pemilu yang membagi kasus-kasus yang terjadi dalam penyelenggaraan Pemilu sebagaimana diuraikan tadi," ujarnya.

"Karena pendapat itu dapat dikategorikan seperti dikenal dalam ilmu fiqh yaitu qaul kadim suatu pendapat yang dimansuhkan, dibatalkan atau ditinggalkan dengan qaul jadid atau pendapat baru karena norma-norma hukum yang mendasarinya juga telah berubah. Jadi tidak relevan mengutip pendapat 2014 pada saat sekarang, karena norma hukum positif telah berubah," tandas Yusril.

Baca juga: Mahfud Kutip Pernyataan Yusril Soal MK Jangan Jadi Mahkamah Kalkulator

Sebagai informasi, Mahfud MD mengutip pernyataan Yusril saat sidang pembacaan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 Rabu (28/3/2024) kemarin.

"Mahaguru hukum tata negara Profesor Yusril Ihza Mahendra saat ikut menjadi ahli pada sengketa hasil pemilu 2014, dan bersaksi di MK pada tanggal 15 Juli mengatakan bahwa penilaian atas proses pemilu yang bukan hanya pada angka harus dilakukan oleh MK," kata Mahfud.

Ia kemudian mengutip pernyataan Yusril pada tahun 2014 menjadi saksi dalam sengketa pilpres dan menyebut MK tak seharusnya menjadi mahkamah kalkulator karena memiliki kewenangan memeriksa substansi penyelenggara pemilu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Selain Eko Patrio, PAN Juga Dorong Yandri Susanto Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com