JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan hakim MK Arief Hidayat tidak melanggar etik atas statusnya sebagai ketua umum DPP Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI).
"Hakim Terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sepanjang terkait kedudukan Hakim Terlapor sebagai ketua umum Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia," kata Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna dalam sidang pengucapan putusan di Gedung II MK, Jakarta, Kamis (28/3/2024).
Baca juga: MKMK: Dissenting Opinion Arief Hidayat Tak Langgar Etik
Dalam pertimbangannya, MKMK menyebutkan bahwa Arief sudah meminta izin terlebih dulu kepada Dewan Etik MK ketika hendak mencalonkan diri sebagai ketua umum DPP PA GMNI pada tahun 2021 lalu.
Anggota MKMK Ridwan Mansyur mengatakan, Dewan Etik pun telah mengeluarkan surat yang pada pokoknya memperkenankan Arief untuk dicalonkan sebagai ketua umum PA GMNI.
Baca juga: Arief Hidayat Tutup Opsi Perkara Usia Capres Disidang Ulang walau Ada Hakim MK Diputus Langgar Etik
"Dengan demikian, secara implisit, Dewan Etik dengan sendirinya telah mempertimbangkan proses pencalonan hakim terlapor sebagai ketua umum PA GMNI dari perspektif Sapta Karsa Hutama," kata Ridwan.
Ridwan juga menyinggung mantan Ketua MK Mahfud MD yang menjabat sebagai koordinator Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) periode 2012-2017 ketika Mahfud masih bertugas di MK.
"Oleh karena itu, seorang hakim konstitusi yang menjabat sebagai ketua/pimpinan organisasi kemasyarkatan tidak serta merta dapat dikakatakan melanggarn kode etik dan perilaku hakim konstitusi," kata Ridwan.
Adapun dugaan pelanggaran etik terkait status Arief sebagai ketua umum DPP PA GMNI dilaporkan oleh seorang warga bernama Harjo Winoto.
Baca juga: Hakim MK Arief Hidayat Terbukti Langgar Etik karena Baju Hitam dan Ucapan Reshuffle
Harjo khawatir, status Arief tersebut akan mengganggu netralitas MK karena PA GMNI terafiliasi dengan partai politik.
Terlebih, dalam waktu dekat, Mahkamah Konstitusi akan melaksanakan sidang perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2024.
"Bila hakim tersebut yang berafiliasi politik dengan partai tersebut masih duduk sebagai satu dari sembilan hakim konstitusi yang mengadili sengketa PHPU, maka dapat dipastikan terjadi benturan kepentingan," kata Harjo, Jumat (15/3/2024), dikutip dari Tribunnews.com.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.