"Maka saat itulah bagi kita untuk bersikap tegas bahwa kita menolak semua bentuk intimidasi dan penindasan," kata Ganjar.
Calon wakil presiden nomor urut 3 Mahfud MD menambahkan, gugatan ini dilayangkan bukan sekadar untuk menang kalah, tapi mengedukasi bangsa Indonesia.
Menurut dia, MK mesti dapat menyelamatkan masa depan demokrasi dan hukum Indonesia dalam menangani sengketa hasil Pilpres 2024.
"Jangan sampai timbul persepsi bahkan kebiasaan bahwa pemilu hanya bisa dimenangkan oleh yang punya kekuasaan atau yang dekat dengan kekuasaan dan mempunyai uang berlimpah," kata Mahfud.
Dalam petitumnya, kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud pun kompak menuntut hasil Pilpres 2024 dibatalkan, mendiskualifikasi pasangan Prabowo-Gibran, dan menggelar pemungutan suara ulang tanpa keiktusertaan Prabowo-Gibran.
"Lebih banyak opini yang dibangun, narasi yang dibangun, daripada fakta-fakta, bukti-bukti, yang diungkapkan di persidangan ini," kata Yusril selepas sidang.
Baca juga: Yusril: Sejarahnya, Tidak Ada Aturan Pilpres Bisa Diulang Menyeluruh
Yusril pun percaya diri dapat menjawab permohonan yang diajukan oleh kubu Anies-Muhaimin karena permohonan tersebut lebih banyak diisi narasi bukan fakta.
"Secara umum tidak ada sesuatu yang sulit bagi kami untuk menjawab atau menanggapi permohonan itu, oleh karena seperti yang saya katakan tadi, lebih banyak merupakan narasi, dugaan, patut diduga, dan lain sebagainya," kata Yusril.
Ketua umum Partai Bulang Bintang ini pun berpandangan tuntutan untuk membatalkan hasil Pilpres 2024 merupakan hal yang mustahil dan bakal ditolak oleh MK.
"Dalam sejarah pemilu kita maupun peraturan perundang-undangan kita, belum pernah ada, dan tidak ada aturannya bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden itu dapat dilakukan pemungutan suara ulang secara menyeluruh," kata Yusril.
Baca juga: Hotman Paris: Gugatan Anies-Muhaimin Bisa Dijawab dengan 1 Paragraf Saja
Anggota Tim Pembela Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan, menambahkan bahwa sengketa yang sedang bergulir di MK ini mengherankan.
Pasalnya, gugatan tersebut lebih banyak mempersoalkan kebijakan pemerintah yang tidak terlibat dalam perkara tersebut, bukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang menjadi pihak termohon.
Oleh karena itu, Otto juga yakin gugatan tersebut bakal ditolak oleh mahkamah.
"Bayangkan, pemerintah bukan pihak di dalam perkara ini, bahkan dia tidak menjadi pihak terkait, tapi dia yang dibicarakan, sehingga tidak relevan dalam perkara ini. Kita cerita antara KPU dengan pemohon, tapi yang diceritain perbuatan orang lain," ujar Otto.